Sejarah Koperasi
Syari’ah di Indonesia
Membicarakan sejarah
koperasi syari’ah di Indonesia tentunya tidak bisa kita lepaskan dari sejarah
koperasi konvensioanal di Indonesia, dimana dikatakan bahwa lahirnya koperasi
di Indonesia dilatarbelakangi oleh permasalahan yang sama yaitu menentang individualisme
dan kapitalisme secara fundamental. Pada Tahun 1908 Budi Utomo menganjurkan
berdirinya koperasi untuk keperluan rumah tangga, kemudian untuk menggiatkan
pertumbuhan koperasi pada akhir tahun 1930 didirikan jawatan koperasi yang
tugasnya menerangkan serta menjelaskan seluk beluk mengenai perkoperasian.
Setelah berdirinya
jawatan koperasi tersebut maka angka pertumbuhan koperasi menunjukkan
peningkatan, jika pada tahun 1930 jumlah koperasi hanya 39 buah dengan jumlah
anggota sebanyak 7.848 orang maka pada tahun 1939 jumlahnya menjadi 574 buah
dengan jumlah anggotanya mencapai 52.555 orang. Tonggak sejarah koperasi
berikutnya adalah kongres koperasi pertama yang dilaksanakan pada tanggal 12
Juli 1947 di Tasikmalaya, dimana pada kongres terebut terbentuklah Sentra
Organisasi Koperasi Rayat Indonesia (SOKRI). Momen ini juga membuat tanggal 12
Juli sebgai Hari Koperasi Nasional.
Pada tanggal 15 sampai
17 Juli 1953 dilangsungkan kongres koperasi Indonesia ke-2 di Bandung. Kongres
ini menghasilkan keputusan antara lain merubah SOKRI menjadi DKI (Dewan
Koperasi Indonesia), dan mewajibkan DKI membentuk lembaga pendidikan koperasi
dan sekolah menengah koperasi di daerah, serta kongres ini juga mengangkat Bung
Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Selanjutnya pada
tanggal 1 sampai 5 September 1956 diselenggarakan kongres koperasi yang ke-3 di
Jakarta, keputusan kongres membahas mengenai hubungan Dewan Koperasi Indonesia
dengan International Cooperative Alliance (ICA) dan sejak 9 Februari 1970,
setelah beberapa kali berganti nama, Dewan Koperasi Indonesia yang disingkat
Dekopin dinyatakan sebagai organisasi gerakan koperasi Indonesia yang berbadan
hukum dan mempunyai tingkatan organisasi di tingkat nasional, wilayah, dan
tingkat kabupaten/kota.
Pada masa awal
orde baru, pembangunan perkoperasian menitikberatkan pada investasi pengetahuan
dan keterampilan, untuk itu pemerintah membangun Pusat-Pusat Pendidikan
Koperasi (PUSDIKOP) di tingkat pusat dan juga tingkat propinsi, saat ini
PUSDIKOP sudah berubah nama menjadi Pusat Latihan dan Penataran Perkoperasian
(PUSLATPENKOP) di tingkat pusat dan Balai Latihan Perkoperasian (BALATKOP) di
tingkat daerah.
Memasuki orde reformasi
peran koperasi sangat jelas terutama saat krisis ekonomi berlangsung. Wacana
ekonomi kerakyatan kembali tampil ke permukaan, namun hal ini harus berhadapan
dengan kenyataan bahwa pencitraan koperasi berada di titik nadir. Bulan
November 2001 jumlah koperasi di Indonesia mencapai 103.000 unit, dengan
keanggotaan sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah koperasi aktif per November 2001
sebanyak 96.180 unit.
Sedangkan untuk koperasi
syari’ah tidak diketahui secara pasti, kapan mulai berkembang di Indonesia,
namun secara historis model koperasi yang berbasis nilai Islam di Indonesia
telah diprakarsai oleh paguyuban dagang yang dikenal dengan SDI (Sarikat Dagang
Islam) oleh Haji Samanhudi di Solo Jawa Tengah yang menghimpun para anggotanya
dari pedagang batik yang beragama Islam. Keberadaan Sarikat dagang Islam tidak
bertahan lama, karena pada perkembangan selanjutnya Sarikat Dagang Islam
berubah menjadi Sarikat Islam yang haluan pergerakannya cendrung bernuansa
politik.
Setelah SDI (Sarikat
Dagang Islam) mengkonsentrasikan perjuangannya di bidang politik, gaung
koperasi syari’ah tidak terdengar lagi di Indonesia. Sekitar tahun 1990 barulah
koperasi syari’ah mulai muncul lagi di Indonesia, Lebih tepatnya lagi pasca
reformasi semangat ekonomi syari’ah dan koperasi syari’ah muncul kembali di
negeri ini. Menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah saat ini
ada 3020 koperasi syari’ah di Indonesia yang bergerak di berbagai macam
kelembagaannya. Kelahiran koperasi syari’ah di Indonesia dilandasi oleh
keputusan menteri (Kepmen) Koperasi dan UKM Republik Indonesia Nomor
91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tanggal 10 September 2004 Tentang Petunjuk Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah. Keputusan Menteri ini
memafasilitas berdirinya koperasi syariah menjadi koperasi jasa keuangan
syariah (KJKS) atau unit jasa keuangan syariah (UJKS), dengan adanya sistem ini
membantu koperasi serba usaha di Indonesia memiliki unit jasa keuangan syariah.
Dengan demikian dalam
rangka mempercepat pertumbuhan dan perkembangan koperasi syari’ah di Indonesia,
ke depannya mutlak diperlukan adanya Undang-Undang Koperasi Syariah tersendiri
yang mampu mengakomodir percepatan dari Koperasi Syariah itu sendiri.
Tujuan Koperasi Syariah
Meningkatkan
kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta turut
membangun tatanan perekonomian yang berkeadilan sesuai dengan prinsip-prinsip
islam.
Fungsi dan Peran
Koperasi Syariah
1. Membangun dan
mengembangkan potensi dan kemampuan anggota pada khususnya, dan masyarakat pada
umumnya, guna meningkatkan kesejahteraan sosial ekonominya;
2. Memperkuat kualitas
sumber daya insani anggota, agar menjadi lebih amanah, professional (fathonah),
konsisten, dan konsekuen (istiqomah) di dalam menerapkan prinsip-prinsip
ekonomi islam dan prinsip-prinsip syariah islam;
3. Berusaha untuk
mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama
berdasarkan azas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi;
4. Sebagai mediator
antara menyandang dana dengan penggunan dana, sehingga tercapai optimalisasi
pemanfaatan harta;
5. Menguatkan
kelompok-kelompok anggota, sehingga mampu bekerjasama melakukan kontrol
terhadap koperasi secara efektif;
6. Mengembangkan dan
memperluas kesempatan kerja;
7.
Menumbuhkan-kembangkan usaha-usaha produktif anggota.
Landasan Koperasi
Syariah
1. Koperasi syariah
berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2. Koperasi syariah
berazaskan kekeluargaan.
3. Koperasi syariah berlandaskan
syariah islam yaitu al-quran dan as-sunnah dengan saling tolong menolong (ta’awun)
dan saling menguatkan (takaful).
Nilai-nilai syariah
dalam Nilai-nilai Koperasi
1. Shiddiq yang mencerminkan kejujuran, akurasi dan akuntabilitas.
2. Istiqamah yang mencerminkan konsistensi, komitmen dan loyalitas.
3. Tabligh yang mencerminkan transparansi, kontrol, edukatif, dan komunikatif
4. Amanah yang mencerminkan kepercayaan, integritas, reputasi, dan kredibelitas
5. Fathanah yang mencerminkan etos profesional, kompeten, kreatif, inovatif
6. Ri’ayah yang mencerminkan semangat solidaritas, empati, kepedulian, awareness
7. Mas’uliyah yang mencerminkan responsibilitas.
Prinsip Ekonomi Islam
dalam Koperasi Syariah
1. Kekayaan adalah
amanah Allah swt yang tidak dapat dimiliki oleh siapapun secara mutlak.
2. Manusia diberi
kebebasan bermu’amalah selama bersama dengan ketentuan syariah.
3. Manusia merupakan
khalifah Allah dan pemakmur di muka bumi.
4. Menjunjung tinggi
keadian serta menolak setiap bentuk ribawi dan pemusatan sumber dana ekonomi
pada segelintir orang atau sekelompok orang saja.
Prinsip Syariah Islam
dalam Koperasi Syariah
1. Keanggotan bersifat
sukarela dan terbuka.
2. Keputusan ditetapkan
secara musyawarah dan dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen (istiqomah).
3. Pengelolaan dilakukan
secara transparan dan profesional.
4. Pembagian sisa hasil
usaha dilakukan secara adil, sesuai dengan besarnya jasa usaha masing-masing
anggota.
5. Pemberian balas jasa
modal dilakukan secara terbatas dan profesional menurut sistem bagi hasil.
6. Jujur, amanah dan
mandiri.
7. Mengembangkan sumber
daya manusia, sumber daya ekonomi, dan sumber daya informasi secara optimal.
8. Menjalin dan
menguatkan kerjasama antar anggota, antar koperasi, serta dengan dan atau
lembaga lainnya.
Usaha Koperasi Syariah
1. Usaha koperasi
syariah meliputi semua kegiatan usaha yang halal, baik dan bermanfaat (thayyib)
serta menguntungkan dengan sistem bagi hasil dan tanpa riba, judi atau pun
ketidakjelasan (ghoro).
2. Untuk menjalankan
fungsi perannya, koperasi syariah menjalankan usaha sebagaimana tersebut dalam
sertifikasi usaha koperasi.
3. Usaha-usaha yang
diselenggarakan koperasi syariah harus sesuai dengan fatwa dan ketentuan Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.
4. Usaha-usaha yang
diselenggarakan koperasi syariah harus tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Modal Awal Koperasi
Membentuk koperasi
memang diperlukan keberanian dan kesamaan visi dan misi di dalam intern
pendiri. Selain itu, mendirikan koperasi syariah memerlukan perencanaan yang
cukup bagus agar tidak berhenti di tengah jalan. Adapun agar diakui keabsahannya,
hendaklah koperasi syariah disahkan oleh notaris. (Biaya pengesahan relatif
tidak begitu mahal, berkisar 300 ribu rupiah.)
Untuk mendirikan
koperasi syariah, kita perlu memiliki modal awal. Modal Awal koperasi bersumber
dari dana usaha. Dana-dana ini dapat bersumber dari dan diusahakan oleh
koperasi syariah, misalkan dari Modal Sendiri, Modal Penyertaan dan Dana
Amanah.
Modal Sendiri didapat
dari simpanan pokok, simpanan wajib, cadangan, Hibah, dan Donasi, sedangkan
Modal Penyerta didapat dari Anggota, koperasi lain, bank, penerbitan obligasi
dan surat utang serta sumber lainnya yang sah. Adapun Dana Amanah dapat berupa
simpanan sukarela anggota, dana amanah perorangan atau lembaga.
Sumber : repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17456/.../Chapter%20II.pdf,www.koperasisyariah.com, http://sinarmentari4u.blogspot.com/2011/04/makalah-ekonomi-koperasi.html,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar