Pengertian
hukum dagang adalah peraturan tingkah laku
manusia yang turut melakukan perdagangan dan
dapat dipaksakan pelaksanaan dengan memberikan sanksi bagi yang
melanggarnya.
Menurut Soesilo Prajogo yang
dimaksud hukum dagang adalah “Pada hakekatnya sama dengan hukum perdata hanya
saja dalam hukum dagang yang menjadi objek adalah perusahaan dengan latar
belakang dagang pada umumnya termask wesel, cek, pengangkutan, basuransi, dan
kepalitan.”
Hubungan Antara Hukum Dagang dan Hukum Perdata.
Sebelum
lebih jauh membicarakan mengenai hukum dagang, maka sebaiknya perlu dipahami
terlebih dahulu apa hubungan antara hukum dagang dan hokum perdata. Hukum perdata adalah hukum yang mengatur
hubungan antara perseorangan yang lain dalam segala usahanya untuk memenuhi
kebutuhannya. Salah satu bidang dari hukum perdata adalah hukum perikatan.
Perikatan adalah suatu perbuatan hukum yang terletak dalam bidang hukum harta
kekayaan, antara dua pihak yang masing-masing berdiri sendiri, yang menyebabkan
pihak yang satu mempunyai hak atas sesuatu prestasi terhadap pihak yang lain,
sementara pihak yang lain berkewajiban memenuhi prestasi tersebut. Secara
sistematis dapat disimpulakan bahwa hokum dagang merupakan bagian dari hokum
perdata yang terdapat pada hokum perakitan. Hukum perdata diatur dalam KUH
Perdata dan Hukum Dagang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Perikatan dalam hukum dagang bersumber dari dua sumber
yaitu:
a. Bersumber
dari perjanjian, misalnya pengangkutan, asuransi, jual beli perusahaan,
makelar, komisioner, wesel, surat berharga, dan sebagainya.
b. Bersumber
dari Undang-Undang (UU), misalnya kecelakaan kerja, tabrakan kendaraan, dan
sebagainya.
Berdasar
ketentuan-ketentuan tersebut maka hukum dagang pada dasarnya adalah hukum
perikatan yang timbul secara khusus dalam lapangan perusahaan.
Kitab
Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) Indonesia pada dasarnya adalah turunan secara
langsung dari hukum dagang Belanda atas dasar azas konkordansi pasal 131 IS
(hukum Hindia Belanda). Hukum dagang Belanda sendiri merupakan adopsi langsung
dari hukum dagang Perancis “Code du Commerce” tahun 1808.
Sumber-sumber
Hukum Dagang Indonesia
Kitab Undang-undang Hukum Dagang
(KUHD) yang mulai berlaku di Indoneia pada 1 Mei 1848 terbagi atas dua kitab
dan 23 bab. Di dalam KUHD jelas tercantum bahwa implementasi dan pengkhususan
dari cabang-cabang hukum dagang bersumber pada KUHD. Isi pokok daripada KUHD
Indonesia adalah:
·
Kitab pertama berjudul Tentang Dagang Umumnya, yang
memuat 10 bab.
·
Kitab kedua berjudul Tentang Hak-hak dan
Kewajiban-kewajiban yang Terbit dari Pelayaran, terdiri dari 13 bab.
·
Pengaturan di luar kodifikasi
Sumber-sumber hukum dagang yang
terdapat di luar kodifikasi diantaranya adalah sebagai berikut:
·
UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
·
UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
·
UU No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan
Sejarah
Hukum dagang di Indonesia
Kodifikasi
hukum dagang sudah dimulai sejak zaman Romawi yang mengatur tentang
peraturan-peraturan dalam perniagaan. Pada awalnya hukum dagang hanya merupakan
hukum kebiasaan, namun sejalan dengan kompleksitas masalah dan pertumbuhan
lingkungan dunia usaha maka diperlukan hukum dagang tertulis. Kodifikasi hukum
dagang yang pertama dibuat di Perancis tahun 1673 di bawah perintah raja Lodewijk
XIV yaitu Ordonance du Commerce.
Kitab
Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) Indonesia pada dasarnya adalah turunan secara
langsung dari hukum dagang Belanda atas dasar azas konkordansi pasal 131 IS
(hukum Hindia Belanda). Hukum dagang Belanda sendiri merupakan adopsi langsung
dari hukum dagang Perancis “Code du Commerce” tahun 1808.
Berlakunya Hukum Dagang.
Semakin lama hukum dagang semakin
mengalami perkembangan, hukum dagang tidak hanya berlaku bagi pedagang tapi
juga berlaku bagi perusahaan yang melakukan
kegiatan dibidang usaha. Perusahaan dibagi menjadi:
1. Perusahaan Perseorangan
Perusahaan
perseorangan adalah perusahaan swasta yang didirikan dan dimiliki oleh
pengusaha perorangan yang bukan berbadan hukum, dapat berbentuk perusahaan
dagang, perusahaan jasa, dan perusahaan industry
2. Perusahaan persekutuan
Perusahaan
persekutuan tidak
berbadan hukum, adalah perusahaan swasta
yang didirikan dan dimiliki oleh beberapa orang pengusaha secara bekerja sama
dalam bentuk persekutuan perdata. Contohnya persekutuan perdata, firma dan komenditer.
Perusahaan persekutuan berbadan
hukum, adalah perusahaan yang
didirikan dan dimiliki oleh pengusaha swasta, dapat berbentuk perseroan
terbatas, koperasi dan yayasan.
3.
Persero Terbatas
Peseroan terbatas adalah Badan usaha
yang modal usahanya diperoleh dari penjualan saham.
4.
Koperasi
Koperasi adalah Koperasi
adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi
dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai
gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan.
5. Yayasan
Yayasan
adalah badan hukum yang tidak mempunyai anggota yang dikelola oleh pengurus dan
didirikan untuk tujuan sosial.
6. Badan Usaha Milik Negara
Badan usaha milik negara
adalah persekutuan yang berbadan hukum yang didirikan dan dimiliki oleh negara.
Contoh Kasus Hukum Dangang
Penetapan Anti-Dumping oleh Korea
Selatan Terhadap Produk Kertas Indonesia
Pengertian dumping dalam konteks
hukum perdagangan internasional adalah suatu bentuk diskriminasi harga
internasional yang dilakukan oleh sebuah perusahaan atau negara pengekspor,
yang menjual barangnya dengan harga lebih rendah di pasar luar negeri
dibandingkan di pasar dalam negeri sendiri, dengan tujuan untuk memperoleh
keuntungan atas produk ekspor tersebut.
Sedangkan menurut kamus hukum
ekonomi dumping adalah praktik dagang yang dilakukan eksportir dengan menjual
komoditi di pasaran internasional dengan harga kurang dari nilai yang wajar
atau lebih rendah daripada harga barang tersebut di negerinya sendiri atau
daripada harga jual kepada negara lain, pada umumnya, praktik ini dinilai tidak
adil karena dapat merusak pasar dan merugikan produsen pesaing di negara
pengimport.
Menurut Robert Willig ada 5 tipe
dumping yang dilihat dari tujuan eksportir, kekuaran pasar dan struktur pasar
import, antara lain : Market Expansion Dumping, Cyclical Dumping, State Trading
Dumping, Strategic Dumping, Predatory Dumping.
Praktek dumping merupakan praktek
dagang yang tidak fair, karena bagi
negara pengimpor, praktek dumping akan menimbulkan kerugian bagi dunia usaha
atau industri barang sejenis dalam negeri, dengan terjadinya banjir
barang-barang dari pengekspor yang harganya jauh lebih murah daripada barang
dalam negeri akan mengakibatkan barang sejenis kalah bersaing, sehingga pada
akhirnya akan mematikan pasar barang sejenis dalam negeri, yang diikuti
munculnya dampak ikutannya seperti pemutusan hubungan kerja massal,
pengganguran dan bangkrutnya industri barang sejenis dalam negeri.
Praktek anti-dumping adalah salah
satu isu penting dalam menjalankan perdagangan internasional agar terciptanyafair trade. Mengenai hal ini telah diatur dalam Persetujuan Anti-Dumping (Anti-Dumping Agreement atau Agreement on the Implementation of Article VI of GATT 1994). Tarif yang
diikat (binding tariff) dan pemberlakuannya secara sama kepada semua mitra
dagang anggota WTO merupakan kunci pokok kelancaran arus perdagangan barang.
Studi Kasus :
“Tuduhan Praktek Dumping yang dilakukan oleh Indonesia : Pada Sengketa
Anti-Dumping Produk Kertas dengan Korea Selatan”
Indonesia sebagai negara yang
melakukan perdagangan internasional dan juga anggota dari WTO, pernah mengalami
tuduhan praktek dumping pada produk kertas yang diekspor ke Korea Selatan.
Kasus ini bermula ketika industri kertas Korea Selatan mengajukan petisi
anti-dumping terhadap produk kertas Indonesia kepada Korean Trade Commission
(KTC) pada 30 September 2002. Perusahaan yang dikenakan tuduhan dumping adalah
PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk, PT. Pindo Deli Pulp & Mills, PT.
Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk dan April Pine Paper Trading Pte Ltd.
Produk kertas Indonesia yang
dikenai tuduhan dumping mencakup 16 jenis produk, tergolong dalam kelompokuncoated paper and paper board used for writing, printing, or other graphic
purpose serta carbon paper, self copy paper and other copying atau transfer
paper.
Indonesia untuk pertama kalinya
memperoleh manfaat dari mekanisme penyelesaian sengketa atau Dispute SettlementMechanism (DSM) sebagai pihak
penggugat utama (main complainant) yang merasa dirugikan
atas penerapan peraturan perdagangan yang diterapkan oleh negara anggota WTO
lain. Indonesia mengajukan keberatan atas pemberlakuan kebijakan anti-dumping
Korea ke DSM dalam kasus Anti-Dumping untuk Korea-Certain
Paper Products.
Indonesia berhasil memenangkan
sengketa anti-dumping ini. Indonesia telah menggunakan haknya dan kemanfaatan
dari mekanisme dan prinsip-prinsip multilateralisme sistem perdagangan WTO
terutama prinsip transparansi.
Investigasi anti-dumping juga
harus dihentikan jika fakta dilapangan membuktikan bahwa marjin dumping
dianggap tidak signifikan (dibawah 2% dari harga ekspor) .Dan jika volume impor
dari suatu produk dumping sangat kecil volume impor kurang dari 3% dari jumlah
ekspor negara tersebut ke negara pengimpor, tapi investigasi juga akan tetap
berlaku jika produk dumping impor dari beberapa negara pengekspor secara
bersamaan diperhitungkan berjumlah 7% atau lebih.
Kesimpulan kasus diatas.
Kasus diatas membahas mengenai
masalah praktek dumping. Dumping adalah suatu praktek diskriminasi harga yang
dilakukan oleh perusahaan atau Negara pengekspor. Dikriminasi harga yang
dilakukan, produk yang dijual keluar negri jauh lebih murah dari pada harga
produk yang dijual didalam negri. Hal ini tentu berdampak buruk bagi pasar negara
pengimpor.
Praktek dumping
akan menimbulkan kerugian bagi dunia usaha atau industri barang
sejenis negara pengimpor. Sehingga produk sejenis akan kalah saing dan dapat
mematikan pasar negara pengimpor. Lebih buruknya lagi adalah, praktek dumpin
juga dapat menyebabkan pemutusan hubungan kerja massal, pengganguran dan bangkrutnya industri
barang sejenis dalam negeri.
Indonesia pernah dituduh pernah
melakukan praktek dumping produk kertas dengan korea selatan Kasus ini
bermula ketika industri kertas Korea Selatan mengajukan petisi anti-dumping
terhadap produk kertas Indonesia kepada Korean Trade Commission (KTC) pada 30
September 2002. Perusahaan yang dikenakan tuduhan dumping adalah PT. Indah Kiat
Pulp & Paper Tbk, PT. Pindo Deli Pulp & Mills, PT. Pabrik Kertas Tjiwi
Kimia Tbk dan April Pine Paper Trading Pte Ltd.namun dalam kasus ini Indonesia
berhasil memenangkan sengketa anti-dumping. Indonesia telah menggunakan haknya
dan kemanfaatan dari mekanisme dan prinsip-prinsip multilateralisme sistem
perdagangan WTO terutama prinsip transparansi.
Investigasi anti-dumping juga
harus dihentikan jika fakta dilapangan membuktikan bahwa marjin dumping
dianggap tidak signifikan (dibawah 2% dari harga ekspor) .Dan jika volume impor
dari suatu produk dumping sangat kecil volume impor kurang dari 3% dari jumlah
ekspor negara tersebut ke negara pengimpor, tapi investigasi juga akan tetap
berlaku jika produk dumping impor dari beberapa negara pengekspor secara
bersamaan diperhitungkan berjumlah 7% atau lebih
Referensi:
artikelilmiahlengkap.blogspot.com
penulis meminta maaf jika masih
terdapat kesalahan dalam penulisan diblog ini J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar