HUKUM PERDATA
Istilah hukum perdata pertama kali diperkenalkan
oleh Prof. Djojodiguno sebagai teremahan dariburgerlijkrecht pada
masa penduduka jepang. Di samping istilah itu, sinonim hukum perdata adalah civielrechtdan privatrecht.
Para ahli memberikan batasan hukum perdata,
seperti berikut. Van Dunne mengartikan hukum perdata, khususnya pada abad ke
-19 adalah:
“suatu peraturan yang mengatur tentang hal-hal
yang sangat ecensial bagi kebebasan individu, seperti orang dan keluarganya,
hak milik dan perikatan. Sedangkan hukum public memberikan jaminan yang minimal
bagi kehidupan pribadi”
Pendapat lain yaitu Vollmar, dia mengartikan
hukum perdata adalah:
“aturan-aturan
atau norma-norma yang memberikan pembatasan dan oleh karenanya memberikan
perlindungan pada kepentingan prseorangan dalam perbandingan yang tepat antara
kepentingan yang satu dengna kepentingan yang lain dari orang-orang dalam suatu
masyarakat tertentu terutama yang mengenai hubungan keluarga dan hubungan lalu
lintas”
Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa pengertian hukum perdata yang dipaparkan para ahli di atas,
kajian utamnya pada pengaturan tentang perlindungan antara orang yang satu
degan orang lain, akan tetapi di dalam ilmu hukum subyek hukum bukan hanya
orang tetapi badan hukum juga termasuk subyek hukum, jadi untuk pengertian yang
lebih sempurna yaitu keseluruhan kaidah-kaidah hukum(baik tertulis maupun tidak
tertulis) yang mengatur hubungan antara subjek hukum satu dengan yang lain dalam
hubungan kekeluargaan dan di dalam pergaulan kemasyarakatan.
Di dalam hukum perdata
terdapat 2 kaidah, yaitu:
1. Kaidah tertulis
Kaidah hukum perdata tertulis adalah
kaidah-kaidah hukum perdata yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan
yurisprudensi.
2. Kaidah tidak tertulis
Kaidah hukum perdata tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum
perdata yang timbul, tumbuh, dan berkembang dalam praktek kehidupan masyarakat
(kebiasaan)
Subjek hukum dibedakan
menjadi 2 macam, yaitu:
1. Manusia
Manusia sama dengan orang karena manusia mempunyai hak-hak
subjektif dan kewenangan hukum.
2. Badan hukum
3. Badan hukum adalah kumpulan orang-orang yang
mempunyai tujuan tertentu, harta kekayaan, serta hak dan kewajiban.
Subtansi yang diatur
dalam hukum perdata antara lain:
1. Hubungan keluarga
Dalam hubungan keluarga akan menimbulkan hukum tentang orang dan
hukum keluarga.
2. Pergaulan masyarakat
3. Dalam hubungan pergaulan masyarakat akan
menimbulakan hukum harta kekayaan, hukum perikatan, dan hukum waris.
Hukum perdata yang
berlaku di Indonesi beranekaragam, artinya bahwa hukum perdata yang berlaku itu
terdiri dari berbagai macam ketentuan hukum,di mana setiap penduduk itu tunduk
pada hukumya sendiri, ada yang tunduk dengan hukum adat, hukum islam , dan
hukum perdata barat. Adapun penyebab adanya pluralism hukum di Indonesia ini
adalah
1. Politik Hindia Belanda
Pada pemerintahan Hindia Belanda penduduknya di bagi menjadi 3
golongan:
a.
Golongan Eropa dan
dipersamakan dengan itu
b.
Golongan timur asing.
Timur asing dibagi menjadi Timur Asing Tionghoa dan bukan Tionghoa, Seperti
Arab, Pakistan. Di berlakukan hukum perdata Eropa, sedangkan yang bukan
Tionghoa di berlakukan hukum adat.
c.
Bumiputra,yaitu orang
Indonesia asli. Diberlakukan hukum adat.
Konsekuensi logis dari pembagian golongan di
atas ialah timbulnya perbedaan system hukum yang diberlakukan kepada mereka.
2. Belum adanya ketentuan hukum perdata yang
berlaku secara nasional.
Sumber
Hukum Persata Tertulis
Pada dasarnya sumber
hukum dapat dibedakan menjadi 2 macam:
1. Sumber hukum materiil
Sumber hukum materiil adalah tempat dari mana materi hukum itu
diambil. Misalnya hubungan social,kekuatan politik, hasil penelitian ilmiah,
perkembangan internasional, dan keadaan georafis.
2. Sumber hukum formal
Sumber hukum formal merupakan tempat memperoleh kekuatan hukum.
Ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum formal
itu berlaku.
Volamar membagi sumber hukum perdata menjadi empat mecam. Yaitu
KUHperdata ,traktat, yaurisprudensi, dan kebiasaan. Dari keempat sumber
tersebut dibagi lagi menjadi dua macam, yaitu sumber hukum perdata tertulis dan
tidak tertulis. Yang di maksud dengan sumber hukum perdata tertulis yaitu
tempat ditemukannya kaidah-kaidah hukum perdata yang berasal dari sumber
tertulis. Umumnya kaidah hukum perdata tertulis terdapat di dalam peraturan
perundang-undanang, traktat, dan yurisprudensi. Sumber hukum perdata tidak
tertulis adalah tempat ditemukannya kaidah hukum perdata yang berasal dari
sumber tidak tertulis. Seperti terdapat dalam hukum kebiasaan.
Yang menjadi sumber perdata tertulis yaitu:
a.
AB (algemene
bepalingen van Wetgeving) ketentuan umum permerintah Hindia Belanda
b.
KUHPerdata (BW)
c.
KUH dagang
d.
UU No 1 Tahun 1994
e.
UU No 5 Tahun 1960
Tentang Agraria.
HUKUM PIDANA
Hokum pidana adalah
hokum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan terhadap
kepentingan umum , perbuatan mana di ancam dengan hukuman yang merupakan suatu
penderitaan atau siksaan.
Hokum pidana adalah
hokum yang mengatur tentang pelanggaran dan kejahatan yang merugikan
kepentingan umum.
Asas berlakunya hokum
pidana adalah asas legaliatas pasal 1(1) KUHP
Tujuan Hukum Pidana
a. Prefentif (pencegahan)
Untuk menakut – nakuti
setiap orang jangan sampai melakukan perbuatan yang tidak baik
b. Respresif (mendidik)
Mendidik seseorang yang pernah
melakuakanperbuatan tidak baik menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam
kehidupan bermasyarakat.
Pembagian Hukum Pidana
1.
Hukum Pidana Objektif
(Ius Poenale)
Semua peratuaran tentang perintah atau larangan
terhadap pelanggaran yang mana di ancam dengan hukuman yang bersifat siksaan ,
dibagi 2 :
a. Hukum Pidana Material
Hukum yang mengatur
tentang apa , siapa, dan bagai mana orang dapat dihukum.
b. Hukum Pidana Formal
Yang mengatur cara-cara
menghukum seseorang yang melanggar peraturan pidana
c. Hukum Pidana Subjektif ( Ius Puniendi)
Ialah hak Negara atau alat-alat untuk menghukum
berdasarkan hokum pidana objektif.
2.
Hukum Pidana Umum
Ialah hokum pidana yang berlaku untuk setiap
penduduk kecuali anggota ketentaraan
HUKUM
PERJANJIAN
Menurut Pasal 1313 KUH
Perdata Perjanjian adalah Perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari peristiwa ini,
timbullah suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang disebut
Perikatan yang di dalamya terdapat hak dan kewajiban masing-masing
pihak. Perjanjian adalah sumber perikatan.
A.1.
Azas-azas Hukum Perjanjian
Ada beberapa azas yang
dapat ditemukan dalam Hukum Perjanjian, namun ada dua diantaranya yang
merupakan azas terpenting dan karenanya perlu untuk diketahui, yaitu:
1. Azas Konsensualitas, yaitu bahwa suatu perjanjian dan perikatan
yang timbul telah lahir sejak detik tercapainya kesepakatan, selama para pihak
dalam perjanjian tidak menentukan lain. Azas ini sesuai dengan ketentuan Pasal
1320 KUH Perdata mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian.
1. Azas Kebebasan Berkontrak, yaitu bahwa para pihak dalam suatu
perjanjian bebas untuk menentukan materi/isi dari perjanjian sepanjang tidak
bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan kepatutan. Azas ini
tercermin jelas dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa semua
perjanjian yang dibuat secara sah mengikat sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya.
A.2.
Syarat Sahnya Perjanjian
Dalam Pasal 1320 KUH
Perdata disebutkan, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat,
yaitu:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, artinya bahwa para pihak
yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat atau setuju mengenai perjanjian
yang akan diadakan tersebut, tanpa adanya paksaan, kekhilafan dan penipuan.
1. Kecakapan, yaitu bahwa para pihak yang mengadakan
perjanjian harus cakap menurut hukum, serta berhak dan berwenang
melakukan perjanjian.
Mengenai kecakapan
Pasal 1329 KUH Perdata menyatakan bahwa setiap orang cakap melakukan perbuatan
hukum kecuali yang oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap. Pasal
1330 KUH Perdata menyebutkan orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu
perjanjian yakni:
–
Orang yang belum dewasa.
Mengenai kedewasaan
Undang-undang menentukan sebagai berikut:
(i)
Menurut Pasal 330 KUH Perdata: Kecakapan diukur bila para pihak yang membuat
perjanjian telah berumur 21 tahun atau kurang dari 21 tahun tetapi sudah
menikah dan sehat pikirannya.
(ii)
Menurut Pasal 7 Undang-undang No.1 tahun 1974 tertanggal 2 Januari 1974 tentang
Undang-Undang Perkawinan (“Undang-undang Perkawinan”): Kecakapan bagi
pria adalah bila telah mencapai umur 19 tahun, sedangkan bagi wanita apabila
telah mencapai umur 16 tahun.
–
Mereka yang berada di bawah pengampuan.
–
Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-Undang (dengan
berlakunya Undang-Undang Perkawinan, ketentuan ini sudah tidak berlaku lagi).
–
Semua orang yang dilarang oleh Undang-Undang untuk membuat
perjanjian-perjanjian tertentu.
1. Mengenai suatu hal tertentu, hal
ini maksudnya adalah bahwa perjanjian tersebut harus mengenai suatu obyek
tertentu.
1. Suatu sebab yang halal, yaitu isi
dan tujuan suatu perjanjian haruslah berdasarkan hal-hal yang tidak
bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban
Syarat No.1 dan No.2
disebut dengan Syarat Subyektif, karena mengenai orang-orangnya
atau subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan syarat No.3 dan No.4
disebut Syarat Obyektif, karena mengenai obyek dari
suatu perjanjian.
Apabila syarat
subyektif tidak dapat terpenuhi, maka salah satu pihak mempunyai hak untuk
meminta supaya perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan
itu, adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya
(perizinannya) secara tidak bebas.
Jadi, perjanjian yang
telah dibuat itu akan terus mengikat kedua belah pihak yang mengadakan
perjanjian, selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang
berhak meminta pembatalan tersebut.
Sedangkan apabila
syarat obyektif yang tidak terpenuhi, maka perjanjian itu akan batal demi
hukum. Artinya sejak semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak
pernah ada suatu perikatan.
A.3.
Kelalaian/Wanprestasi
Kelalaian atau
Wanprestasi adalah apabila salah satu pihak yang mengadakan perjanjian, tidak
melakukan apa yang diperjanjikan.
Kelalaian/Wanprestasi
yang dilakukan oleh salah satu pihak dapat berupa empat macam, yaitu:
1. Tidak melaksanakan isi perjanjian.
2. Melaksanakan isi perjanjian, tetapi tidak
sebagaimana dijanjikan.
3. Terlambat melaksanakan isi perjanjian.
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian
tidak boleh dilakukannya.
A.4.
Hapusnya Perjanjian
Hapusnya suatu
perjanjian yaitu dengan cara-cara sebagai berikut:
a.
Pembayaran
Adalah setiap
pemenuhan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian secara sukarela.
Berdasarkan pasal 1382 KUH Perdata dimungkinkan menggantikan hak-hak seorang
kreditur/berpiutang. Menggantikan hak-hak seorang kreditur/berpiutang dinamakan
subrogatie. Mengenai subrogatie diatur dalam pasal 1400 sampai dengan 1403 KUH
Perdata. Subrogatie dapat terjadi karena pasal 1401 KUH Perdata dan karena
Undang-undang (Pasal 1402 KUH Perdata).
b.
Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan atau penitipan uang atau
barang pada Panitera Pengadilan Negeri
Adalah suatu cara
pembayaran yang harus dilakukan apabila si berpiutang (kreditur) menolak
pembayaran utang dari debitur, setelah kreditur menolak pembayaran, debitur
dapat memohon kepada Pengadilan Negeri untuk mengesahkan penawaran pembayaran
itu yang diikuti dengan penyerahan uang atau barang sebagai tanda pelunasan
atas utang debitur kepada Panitera Pengadilan Negeri.
Setelah penawaran
pembayaran itu disahkan oleh Pengadilan Negeri, maka barang atau uang yang akan
dibayarkan itu, disimpan atau dititipkan kepada Panitera Pengadilan Negeri,
dengan demikian hapuslah utang piutang itu.
c.
Pembaharuan utang atau novasi
Adalah suatu pembuatan
perjanjian baru yang menggantikan suatu perjanjian lama. Menurut Pasal
1413 KUH Perdata ada 3 macam cara melaksanakan suatu pembaharuan utang atau novasi,
yaitu yang diganti debitur, krediturnya (subyeknya) atau obyek dari perjanjian
itu.
d.
Perjumpaan utang atau Kompensasi
Adalah suatu cara
penghapusan/pelunasan utang dengan jalan memperjumpakan atau memperhitungkan
utang piutang secara timbal-balik antara kreditur dan debitur. Jika
debitur mempunyai suatu piutang pada kreditur, sehingga antara debitur dan
kreditur itu sama-sama berhak untuk menagih piutang satu dengan lainnya.
Menurut pasal 1429 KUH
Perdata, perjumpaan utang ini dapat terjadi dengan tidak membedakan darimana
sumber utang-piutang antara kedua belah pihak itu telah terjadi, kecuali:
(i)
Apabila penghapusan/pelunasan itu dilakukan dengan cara yang
berlawanan dengan hukum.
(ii)
Apabila dituntutnya pengembalian barang sesuatu yang dititipkan
atau dipinjamkan.
(iii)
Terdapat sesuatu utang yang bersumber pada tunjangan nafkah yang
telah dinyatakan tak dapat disita (alimentasi).
e.
Percampuran utang
Adalah apabila
kedudukan sebagai orang berpiutang (kreditur) dan orang berutang (debitur)
berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu percampuran utang
dengan mana utang-piutang itu dihapuskan, misalnya: debitur menikah dengan
krediturnya, atau debitur ditunjuk sebagai ahli waris tunggal oleh krediturnya.
f.
Pembebasan utang
Menurut pasal 1439 KUH
Perdata, Pembebasan utang adalah suatu perjanjian yang berisi kreditur dengan
sukarela membebaskan debitur dari segala kewajibannya.
g.
Musnahnya barang yang terutang
Adalah jika barang
tertentu yang menjadi obyek perjanjian musnah, tak lagi dapat diperdagangkan,
atau hilang, hingga sama sekali tak diketahui apakah barang itu masih ada, maka
hapuslah perikatannya, jika barang tadi musnah atau hilang di luar kesalahan si
berutang dan sebelum ia lalai menyerahkannya.
h.
Batal/Pembatalan
Menurut pasal 1446 KUH
Perdata adalah, pembatalan atas perjanjian yang telah dibuat antara kedua belah
pihak yang melakukan perjanjian, dapat dimintakan pembatalannya kepada Hakim,
bila salah satu pihak yang melakukan perjanjian itu tidak memenuhi syarat
subyektif yang tercantum pada syarat sahnya perjanjian.
Menurut Prof.
Subekti permintaan pembatalan perjanjian yang tidak memenuhi
syarat subyektif dapat dilakukan dengan
dua cara, yaitu:
(i)
Secara aktif menuntut pembatalan perjanjian tersebut di depan
hakim;
(ii)
Secara pembelaan maksudnya adalah menunggu sampai digugat di depan
hakim untuk memenuhi perjanjian dan baru mengajukan kekurangan dari perjanjian
itu.
1. i. Berlakunya suatu syarat batal
Menurut pasal 1265 KUH
Perdata, syarat batal adalah suatu syarat yang apabila terpenuhi, menghentikan
perjanjian dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula seolah-olah
tidak penah terjadi perjanjian.
j.
Lewat waktu
Menurut pasal 1946 KUH
Perdata, daluwarsa atau lewat waktu adalah suatu upaya untuk memperoleh sesuatu
atau untuk dibebaskan dari suatu perjanjian dengan lewatnya suatu waktu
tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.
Dalam pasal 1967 KUH
Perdata disebutkan bahwa segala tuntutan hukum, baik yang bersifat kebendaan,
maupun yang bersifat perseorangan hapus karena daluwarsa dengan lewatnya waktu
tiga puluh tahun. Dengan lewatnya waktu tersebut, maka perjanjian yang
telah dibuat tersebut menjadi hapus.
B.
STRUKTUR PERJANJIAN
Struktur atau kerangka
dari suatu perjanjian, pada umumnya terdiri dari:
1. Judul/Kepala
2. Komparisi yaitu berisi keterangan-keterangan
mengenai para pihak atau atas permintaan siapa perjanjian itu dibuat.
3. Keterangan pendahuluan dan uraian singkat
mengenai maksud dari para pihak atau yang lazim dinamakan “premisse”.
4. Isi/Batang Tubuh perjanjian itu sendiri,
berupa syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan dari perjanjian yang disetujui
oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
5. Penutup dari Perjanjian.
C.
BENTUK PERJANJIAN
Perjanjian dapat
berbentuk:
§ Lisan
§ Tulisan, dibagi 2 (dua), yaitu:
–
Di bawah tangan/onderhands
–
Otentik
C.1.
Pengertian Akta
Akta adalah suatu
tulisan yang memang dengan sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu
peristiwa dan ditandatangani pihak yang membuatnya.
Berdasarkan ketentuan
pasal 1867 KUH Perdata suatu akta dibagi menjadi 2 (dua), antara lain:
a. Akta Di bawah
Tangan (Onderhands)
b. Akta Resmi
(Otentik).
Akta
Di bawah Tangan
Adalah akta yang
dibuat tidak di hadapan pejabat yang berwenang atau Notaris. Akta ini yang
dibuat dan ditandatangani oleh para pihak yang membuatnya. Apabila suatu
akta di bawah tangan tidak disangkal oleh Para Pihak, maka berarti mereka
mengakui dan tidak menyangkal kebenaran apa yang tertulis pada akta di bawah
tangan tersebut, sehingga sesuai pasal 1857 KUH Perdata akta di bawah tangan
tersebut memperoleh kekuatan pembuktian yang sama dengan suatu Akta Otentik.
Perjanjian di bawah
tangan terdiri dari:
(i) Akta
di bawah tangan biasa
(ii) Akta Waarmerken,
adalah suatu akta di bawah tangan yang dibuat dan ditandatangani oleh para
pihak untuk kemudian didaftarkan pada Notaris, karena hanya didaftarkan, maka
Notaris tidak bertanggungjawab terhadap materi/isi maupun tanda tangan para
pihak dalam dokumen yang dibuat oleh para pihak.
(iii) Akta
Legalisasi, adalah suatu akta di bawah tangan yang dibuat oleh para
pihak namun penandatanganannya disaksikan
oleh atau di hadapan Notaris,
namun Notaris tidak
bertanggungjawab terhadap materi/isi dokumen melainkan Notaris hanya
bertanggungjawab terhadap tanda tangan para pihak yang bersangkutan dan tanggal
ditandatanganinya dokumen tersebut.
Akta
Resmi (Otentik)
Akta Otentik ialah
akta yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang yang memuat atau menguraikan
secara otentik sesuatu tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat
atau disaksikan oleh pejabat umum pembuat akta itu. Pejabat umum yang
dimaksud adalah notaris, hakim, juru sita pada suatu pengadilan, pegawai
pencatatan sipil, dan sebagainya.
Suatu akta otentik
mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna bagi para pihak beserta seluruh
ahli warisnya atau pihak lain yang mendapat hak dari para pihak. Sehingga
apabila suatu pihak mengajukan suatu akta otentik, hakim harus menerimanya dan
menganggap apa yang dituliskan di dalam akta itu sungguh-sungguh terjadi,
sehingga hakim itu tidak boleh memerintahkan penambahan pembuktian lagi.
Suatu akta otentik
harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:
(i)
Akta itu harus dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum.
(ii)
Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang.
(iii)
Pejabat umum oleh atau di hadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai wewenang
untuk membuat akta itu.
HUKUM DAGANG
Sebelum kita membahas
mengenai hukum perdagangan ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu apa itu
pengertian dari perdagangan itu sendiri.
Perdagangan atau
perniagaan dalam arti umum ialah pekerjaan membeli barang dari suatu tempat
atau pada suatu waktu dan menjual barang itu di tempat lain atau pada waktu
yang berikut dengan maksud memperoleh keuntungan.
Berikut ini merupakan
berbagai pengertian hukum dagang yang dikemukakan oleh para ahli hukum yakni :
1. Achmad
Ichsan mengemukakan:
“Hukum dagang adalah
hukum yang mengatur soal-soal perdagangan, yaitu soal-soal yang timbul karena
tingkah laku manusia dalam perdagangan.”
2. R.
Soekardono mengemukakan:
”Hukum dagang adalah
bagian dari hukum perdata pada umumnya, yakni yang mengatur masalah perjanjian
dan perikatan yang diatur dalam buku III Burgerlijke Wetboek (BW) dengan kata
lain, hum dagang adalah himpunan peraturan peraturan yang mengatur seseorang
dengan orang lain dalam kegiatan perusahaan yang terutama terdapat dalam
kodifikasi KUHD dan KUHPdt. Hukum dagang dapat pula dirumuskan adalah
serangkaian kaidah yang mengatur tentang dunia usaha atau bisnis dan dalam lalu
lintas perdagangan.”
3. Fockema
Andreae mengemukakan:
“Hukum dagang
(Handelsrecht) adalah keseluruhan dari atuaran hukum mengenai perusahaan dalam
lalu lintas perdagangan, sejauh mana diatur dalam KUHD dan beberapa
undang-undang tambahan. Di Belanda hukum dagang dan hukum perdata dijadikan
satu buku, yaitu Buku II dalam BW baru Belanda.”
4. H.M.N.
Purwosutjipto mengemukakan:
“Hukum dagang adalah
hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan.”
5. Sri
Redjeki Hartono mengemukakan:
“Hukum dagang dalam
pemahaman konvensional merupakan bagian dari bidang hukum perdata atau dengan
perikatan lain selain disebut bahwa hukum perdata dalam pengertian luas,
termaksud hukum dagang merupakan bagian-bagian asas-asas hukum perdata pada
umumnya.”
6. M.
N. Tirtaamidjaja mengemukakan:
“Hukum perniagaan adalah
hukum yang mengatur tingkah laku orang-orang yang turut melkukan perniagaan.
Sedangkan perniagaan adalahpemberian perantaraan antara produsen dan konsumen;
membeli dan menjual dan membuat perjanjian yang memudahkan dan memajukan
pembelian dan penjulan itu. Sekalipun sumber utama hukum perniagaan adalah KUHD
akan tetapi tidak bisa dilepaskan dari KUHPdt
7. KRMT.
Titodiningrat mengemukakan:
“Hukum dagang merupakan
bagian dari hukum perdata yang mempunyai atuaran-aturan mengenai hubungan
berdasarkan ats perusahaan. Peraturan-peraturan mengenai perusahaan tidak hanya
dijumpai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) melainkan juga berupa
Undang-Undang di luarnya. KUHD dapat disebut sebagai perluasan KUHPdt.”
Dari berbagai pengertian
diatas maka dapat disimpulkan bahwa Hukum dagang ialah
aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan orang yang satu dengan yang lainnya,
khusunya dalam perniagaan.
Hukum dagang adalah
hukum perdata khusus. Pada mulanya kaidah hukum yang kita kenal sebagi hukum
dagang saat ini mulai muncul dikalangan kaum pedagang sekitar abad ke-17.
Kaidah-kaidah hukum tersebut sebenarnya merupakan kebiasaan diantara mereka
yang muncul dalam pergaulan di bidang perdagangan. Ada beberapa hal yang diatur
dalam KUH Perdata diatur juga dalam KUHD. Jika demikian adanya,
ketenutan-ketentuan dalam KUHD itulah yang akan berlaku. KUH Perdata merupakan
lex generalis(hukum umum), sedangkan KUHD merupakan lex specialis (hukum
khusus). Dalam hubungannya dengan hal tersebut berlaku adagium lex specialis
derogat lex generalis (hukum khusus menghapus hukum umum).
Ada beberapa macam pemberian perantaraan kepada produsen dan
konsumen :
1. Pekerjaan
orang-orang perantara sebagai makelar, komisioner, pedagang keliling dan
sebagainya.
2. Pembentukan
badan-badan usaha (asosiasi), seperti perseroan terbatas (PT), perseroan firma
(VOF=Fa) Perseroan Komanditer, dsb yang tujuannya guna memajukan perdagangan.
3. Pengangkutan
untuk kepentingan lalu lintas niaga baik didarat, laut maupun udara.
4. Pertanggungan
(asuransi)yang berhubungan dengan pengangkutan, supaya si pedagang dapat
menutup resiko pengangkutan dengan asuransi.
5. Perantaraan
Bankir untuk membelanjakan perdagangan.
6. Mempergunakan
surat perniagaan (Wesel/ Cek) untuk melakukan pembayaran dengan cara yang mudah
dan untuk memperoleh kredit.
Pada pokoknya Perdagangan mempunyai tugas untuk :
1. Membawa/
memindahkan barang-barang dari tempat yang berlebihan (surplus) ke tempat yang
berkekurangan (minus).
2. Memindahkan
barang-barang dari produsen ke konsumen.
3. Menimbun
dan menyimpan barang-barang itu dalam masa yang berkelebihan sampai mengancam
bahaya kekurangan.
Pembagian jenis perdagangan, yaitu :
1. Menurut
pekerjaan yang dilakukan pedagang.
a. Perdagangan
mengumpulkan (Produsen – tengkulak – pedagang besar – eksportir)
b. Perdagangan
menyebutkan (Importir – pedagang besar – pedagang menengah – konsumen)
2. Menurut
jenis barang yang diperdagangkan
a. Perdagangan
barang, yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan jasmani manusia (hasil
pertanian, pertambangan, pabrik)
b. Perdagangan
buku, musik dan kesenian.
c. Perdagangan
uang dan kertas-kertas berharga (bursa efek)
3. Menurut
daerah, tempat perdagangan dilakukan
a. Perdagangan
dalam negeri.
b. Perdagangan
luar negeri (perdagangan internasional), meliputi : – Perdagangan Ekspor –
Perdagangan Impor c. Perdagangan meneruskan (perdagangan transito)
Hukum Dagang Indonesia terutama bersumber pada :
1. Hukum tertulis yang
dikofifikasikan :
a. Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel Indonesia (W.v.K)
b. Kitab Undang-Undang Hukum
Sipil (KUHS) atau Burgerlijk Wetboek Indonesia (BW)
2. Hukum tertulis yang belum
dikodifikasikan, yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang
hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan (C.S.T. Kansil, 1985 : 7).
Sifat hukum dagang yang merupakan perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.
Sifat hukum dagang yang merupakan perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.
Hal-hal yang diatur dalam KUHS adalah mengenai perikatan umumnya
seperti :
1. Persetujuan jual beli (contract
of sale)
2. Persetujuan sewa-menyewa (contract
of hire)
3. Persetujuan pinjaman uang (contract
of loun)
Hukum dagang selain di
atur KUHD dan KUHS juga terdapat berbagai peraturan-peraturan khusus (yang
belum di koodifikasikan) seperti :
1. Peraturan tentang koperasi
2. Peraturan pailisemen
3. Undang-undang oktroi
4. Peraturan lalu lintas
5. Peraturan maskapai andil
Indonesia
6. Peraturan tentang perusahaan
negara
Sumber
http://nurulaini8.blogspot.com/2013/05/hukum-dagang_21.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar