Pengertian Etika
Sebagai suatu usaha ilmiah, filsafat dibagi,
menjadi beberapa cabang menurut lingkungan masing-masing. Cabang-cabang itu
dibagi menjadi dua kelompok bahasan pokok yaitu filsafat teoritis dan filsafat
praktis. Filsafat pertama berisi tentang segala sesuatu yang ada sedangkan
kelompok kedua membahas bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada
tersebut. Misalnya hakikat manusia, alam, hakikat realitas sebagai suatu
keseluruhan, tentang pengetahuan, tentang apa yang kita ketahui dan tentang
yang transenden.
Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan
dibagi menjadi. dua kelompok yaitu etika umum dan etika
khusus. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang
ajaran-ajaran danpandangan-pandangan moral. itu dalam hubungannya dengan
berbagai aspek kehidupan manusia (Suseno, 1987). Etika adalah suatu ilmu
yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran
moral tertentu, atau bagaimana kita harus menggambil sikap yang bertanggung
jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral (Suseno, 1987). Etika umum
merupakan prinsip- prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia sedangkan
etika khusus membahas prinsip-prinsipEtika
khusus dibagi menjadi etika individu yang membahas
kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan etika sosial yang membahas tentang
kewajiban manusia terhadap manusia lain dalam hidup masyarakat, yang merupakan
suatu bagian terbesar dari etika khusus.
Etika berkaitan dengan berbagai masalah nilai
karena etika pada pada umumnya membicarakan masalah-masalah yang berkaitan
dengan predikat nilai "susila" dan "tidak susila",
"baik" dan "buruk". Kualitas-kualitas ini dinamakan
kebajikan yang dilawankan dengan kejahatan yang berarti sifat-sifat yang
menunjukan bahwa orang yang memilikinya dikatakan orang yang tidak
susila. Sebenarnya etika banyak bertangkutan dengan Prinsip-prinsip
dasar pembenaran dalam hubungan dengan, tingkah laku manusia
(Kattsoff, 1986). Dapat juga dikatakan bahwa etika berkaitan
dengan dasar-dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku manusia.
Etika dalam kelompok filsafat praktis (filsafat
yang membahas bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada) dan dibagi
menjadi dua kelopok. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar
tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah ilmu yang
membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu
ajaran tertentu dan bagaimana kita bersikap dan bertanggung jawab dengan
berbagai ajaran moral.
Kedua kelompok etika itu adalahsebagai berikut
:
1. Etika Umum, mempertanyakan prinsip-prinsip
yang berlaku bagi setiap tindakan manusia.
2. Etika Khusus, membahas prinsip-prinsip tersebut
di atas dalam hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia, baik sebagai
individu (etika individual) maupun mahluk social (etikasosial) .
Pengertian Nilai, Norma, dan
Moral
·
Pengertian
Nilai
Nilai (value) adalah kemampuan yang
dipercayai pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda
yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok. Jadi nilai itu pada
hakikatnya adalah sifat dan kualitas yang melekat pada suatu obyek. Dengan demikian
maka nilai itu adalah suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik
kenyataan-kenyataan lainnya.
Menilai berarti menimbang,suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengansesuatu
yang lain kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan.
Keputusan itu adalah suatunilai yang dapat menyatakan berguna atau tidak berguna,
benar atau tidak benar, baik atautidak baik, dan seterusnya. Penilaian itu pastilah berhubungan dengan unsur indrawi manusiasebagai subjek penilai,
yaitu unsur jasmani, rohani, akal, rasa, karsa dan kepercayaan.
Nilai atau
“value” (bahas Inggris) termasuk bidang kajian filsafat,
persoalan- persoalantentang nilai dibahas dan dipelajari salah satu cabang filsafat yaitu filsafat nilai
(Axiology, theory of value). Filsafat sering juga diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai. Istilah nilai
di dalambidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak
yang artinya “kebiasaan” (wath) atau kebaikan (goodness) dan kata kerja
yang artinya suatu tindakan kejiwaan tentu dalammenilai atau melakukan penilaian
(Frankena, 229)
Nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna,
indah, memperkaya batin dan menyadarkan manusia akan harkat, martabatnya. Nilai
bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan sikap dan
perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem (sistem nilai) merupakan salah
satu wujud kebudayaan, disamping sistem sosial dan karya. Cita-cita, gagasan,
konsep dan ide tentang sesuatu adalah wujud kebudayaan sebagai sistem nilai.
Oleh karena itu, nilai dapat dihayati atau
dipersepsikan dalam konteks kebudayaan, atau sebagai wujud kebudayaan yang
abstrak. Manusia dalam memilih nilai-nilai menempuh berbagai cara yang dapat
dibedakan menurut tujuannya, pertimbangannya, penalarannya, dan kenyataannya.
Nilai sosial berorientasi kepada hubungan antarmanusia dan menekankan pada
segi-segi kemanusiaan yang luhur, sedangkan nilai politik berpusat pada
kekuasaan serta pengaruh yang terdapat dalam kehidupan masyarakat maupun
politik.
Dengan demikian, nilai adalah sesuatu
yang berharga, berguna, memperkaya bathin danmenyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya. Nilai bersumber pada budi
yang berfungsi mendorong dan mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku manusia.Nilai sebagaisuatu system merupakan salah satu wujud kebudayaan
di samping system social dankarya.Oleh karenaitu,
Alport mengidentifikasikan nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupanmasyarakat pada enam macam,
yaitu : nilaiteori, nilaiekonomi, nilaiestetika, nilaisosial,
nilaipolitikdannilaireligi.
Di dalam Dictionary of sosiology and Related
Sciences dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada
suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan
menarik minat seseorang atau kelompok, ( the believed capacity of any object to
statistfy a human desire). Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau
kualitas yang melekat pada suatu objek itu sendiri.Di dalam nilai itu sendiri
terkandung cita – cita, harapan – harapan, dambaan – dambaan dan keharusan. Berbicara
tentang nilai berarti berbicara tentang das Sollen, bukan das Sein, kita masuk
kerokhanian bidang makna normatif, bukan kognotif, kita msuk ke dunia ideal dan
bukan dunia real. Meskipun demikian, diatara keduannya saling berhubungan atau
saling berkait secara erat, artinya bahwa das Sollen itu harus menjelma menjadi
das Sein, yng ideal harus menjadi real, yang normatif harus direalisasikan
dalam perbuatan sehari – hari yang merupakan fakta.
·
Pengertian
Norma
Kesadaran akan hubungan yang ideal akan
menumbuhkan kepatuhan terhadap peraturan atau norma. Norma adalah petunjuk
tingkah laku yang harus dijalankan dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan
motivasi tertentu.
Norma sesungguhnya perwujudkan martabat
manusia sebagai makhluk budaya, sosial, moral dan religi. Norma merupakan suatu
kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi. Oleh
sebab itu, norma dalam perwujudannya dapat berupa norma agama, norma
filsafat, norma kesusilaan, norma hukum, dan norma sosial. Norma memiliki
kekuatan untuk dapat dipatuhi, yang dikenal dengan sanksi, misalnya:
a.
Norma agama, dengan sanksinya dari Tuhan
b. Norma
kesusilaan, dengan sanksinya rasa malu dan menyesal terhadap diri sendiri,
c.
Norma kesopanan, dengan sanksinya berupa
mengucilkan dalam pergaulan masyarakat,
d. Norma hukum, dengan sanksinya berupa penjara
atau kurungan atau denda yang dipaksakan oleh alat Negara.
·
Pengertian
Moral
Moral berasal dari kata mos (mores) yang
artinya kesusilaan, tabiat, kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik
dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang yang
taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam
masyarakatnya ,dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral. Jika
sebaliknya terjadi, pribadi itu dianggao tidak bermoral. Moral dalam
perwujudannya dapat berupa peraturan, prinsip-prinsip yang benar, baik,
terpuji, dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan
norma, moral pun dapat dibedakan seperti moral ketuhanan atau agama, moral,
filsafat, moral etika, moral hukum, moral ilmu, dan sebagainya. Nilai, norma
dan moral secara bersama mengatur kehidupan masyarakat dalam berbagai aspeknya.
·
Pengertian
Hierarkhi Nilai
Hierarkhi nilai sangat tergantung pada titik
tolak dan sudut pandang individu –masyarakat terhadap sesuatu obyek. Misalnya
kalangan materialis memandang bahwa nilai tertinggi adalah nilai meterial. Max
Scheler menyatakan bahwa nilai-nilai yang ada tidak sama tingginya dan
luhurnya. Menurutnya nilai-nilai dapat dikelompokan dalam empat tingkatan
yaitu :
a.
Nilai kenikmatan adalah nilai-nilai yang
berkaitan dengan indra yang memunculkan rasa senang, menderita atau tidak enak,
b. Nilai
kehidupan yaitu nilai-nilai penting bagi kehidupan yakni : jasmani, kesehatan
serta kesejahteraan umum,
c.
Nilai kejiwaan adalah nilai-nilai yang
berkaitan dengan kebenaran, keindahan dan pengetahuan murni,
d. Nilai
kerohanian yaitu tingkatan ini terdapatlah modalitas nilai dari
yang suci.
Walter
G . everet menggolongkan nilai – nilai manusiawi
kedalam delapan kelompok yaitu:
a.
Nilai – nilai ekonomis
b. Nilai – nilai kejasmanian
c.
Nilai – nilai hiburan
d. Nilai – nilai social
e. Nilai – nilai watak
f.
Nilai – nilai estetis
g.
Nilai – nilai intelektual
h. Nilai
– nilai keagamaan
|
Sementara itu, Notonagoro membedakan menjadi tiga, yaitu :
1. Nilai
material yaitu segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia,
2. Nilai
vital yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk mengadakan suatu
aktivitas atau kegiatan,
3. Nilai
kerokhanian yaitu segala sesuatu yang bersifat rokhani manusia yang dibedakan
dalam empat tingkatan sebagai berikut :
·
Nilai kebenaran yaitu nilai yang bersumber
pada rasio, budi, akal atau cipta manusia.
·
Nilai keindahan/estetis yaitu nilai yang
bersumber pada perasaan manusia.
·
Nilai kebaikan atau nilai moral yaitu nilai
yang bersumber pada unsur kehendak manusia.
·
Nilai religius yaitu nilai kerokhanian
tertinggi dan bersifat mutlak.
Dalam pelaksanaanya, nilai-nilai dijabarkan
dalam wujud norma, ukuran dan kriteria sehingga merupakan suatu keharusan
anjuran atau larangan, tidak dikehendaki atau tercela. Oleh karena itu, nilai
berperan sebagai pedoman yang menentukan kehidupan setiap manusia. Nilai
manusia berada dalam hati nurani, kata hati dan pikiran sebagai suatu keyakinan
dan kepercayaan yang bersumber pada berbagai sistem nilai.
Dari uraian mengenai macam – macam nilai
diatas, dapat dikemukakan pula bahwa yang mengandung nilai itu bukan hanya
sesuatu yang bewujud material saja, akan tetapi juga sesuatu yang berwujud non
material atau immatrial. Notonagoro berpendapat bahwa nilai – nilai pancasila
tergolong nilai – nilai kerokhanian, tetapi nilai – nilai kerohanian yang
mengakui adanya nilai material dan vital. Dengan demikian nilai – nilai lain
secara lengkap dan harmonis, baik nilai matrial, nilai vital, nilai kebenaran,
nilai keindahan, nilai kebaikan atau nilai moral, maupun nili kesucian yang
sistematika-hierarkis, yang dimulai dari sila Ketuhanan yang Maha Esa sebagai
‘dasar’ sampai dengan sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
sebagai ‘tujuan’.
Hubungan antara Nilai, Norma dan Moral
Keterkaitan nilai, norma dan moral merupakan
suatu kenyataan yang seharusnya tetap terpelihara di setiap waktu pada
hidup dan kehidupan manusia. Keterkaitan itu mutlak digaris bawahi bila seorang
individu, masyarakat, bangsa dan negara menghendaki fondasi yang kuat tumbuh
dan berkembang.
Sebagaimana tersebut di atas maka nilai akan
berguna menuntun sikap dan tingkah laku manusia bila dikongkritkan dan
diformulakan menjadi lebih obyektif sehingga memudahkan manusia untuk
menjabarkannya dalam aktivitas sehari-hari. Dalam kaitannya dengan moral maka
aktivitas turunan dari nilai dan norma akan memperoleh integritas dan martabat
manusia. Derajat kepribadian itu amat ditentukan oleh moralitas yang
mengawalnya. Sementara itu, hubungan antara moral dan etika kadang-kadang atau
seringkali disejajarkan arti dan maknanya. Namun demikian, etika dalam
pengertiannya tidak berwenang menentukan apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan seseorang. Wewenang itu dipandang berada di tangan pihak yang
memberikan ajaran moral.
Pengertian
Etika Politik Dan Politik
·
Pengertian
Etika Politik
Etika, atau filsafat moral mempunyai tujuan
menerangkan kebaikan dan kejahatan. Etika politik yang demikian, memiliki
tujuan menjelaskan mana tingkah laku politik yang baik dan mana yang jelek. Apa
standar baik? Apakah menurut agama tertentu? Tidak! Standar baik dalam konteks
politik adalah bagaimana politik diarahkan untuk memajukan kepentingan umum.
Jadi kalau politik sudah mengarah pada kepentingan pribadi dan golongan
tertentu, itu etika politik yang buruk. Sayangnya, itulah yang terjadi di
negeri ini.Etika politik bangsa Indonesia dibangun melalui karakteristik
masyarakat yang erdasarkan Pancasila sehingga amat diperlukan untuk menampung
tindakan-tindakan yang tidak diatur dalam aturan secara legal formal. Karena
itu, etika politik lebih bersifat konvensi dan berupa aturan-aturan
moral. Akibat luasnya cakupan etika politik itulah maka seringkali
keberadaannya bersifat sangat longgar, dan mudah diabaikan tanpa rasa malu dan
bersalah. Ditunjang dengan alam kompetisi untuk meraih jabatan (kekuasaan) dan
akses ekonomis (uang) yang begitu kuat, rasa malu dan merasa bersalah bisa
dengan mudah diabaikan.
Akibatnya ada dua hal: (a) pudarnya
nilai-nilai etis yang sudah ada, dan (b) tidak berkembangnya nilai-nilai
tersebut sesuai dengan moralitas publik. Untuk memaafkan fenomena tersebut lalu
berkembang menjadi budaya permisif, semua serba boleh, bukan saja karena aturan
yang hampa atau belum dibuat, melainkan juga disebut serba boleh, karena untuk
membuka seluas-luasnya upaya mencapai kekuasaan (dan uang) dengan mudah.
Tanpa disadari, nilai etis politik bangsa Indonesia cenderung mengarah
pada kompetisi yang mengabaikan moral. Buktinya, semua harga jabatan politik
setara dengan sejumlah uang. Semua jabatan memiliki harga yang harus dibayar si
pejabat. Itulah mengapa para pengkritik dan budayawan secara prihatin
menyatakan arah etika dalam bidang politik (dan bidang lainnya) sedang
berlarian tunggang-langgang (meminjam Giddens, “run away”) menuju ke arah
“jual-beli” menggunakan uang maupun sesuatu yang bisa dihargai dengan uang.
Namun demikian, perlu dibedakan antara etika
politik dengan moralitas politisi. Moralitas politisi menyangkut mutu moral
negarawan dan politisi secara pribadi (dan memang sangat diandaikan), misalnya
apakah ia korup atau tidak (di sini tidak dibahas). Etika politik menjawab dua
pertanyaan:
1. Bagaimana seharusnya bentuk lembaga-lembaga
kenegaraan seperti hokum dan Negara (misalnya: bentuk Negara seharusnya
demokratis); jadi etika politik adalah etika institusi.
2. Apa yang seharusnya menjadi tujuan/sasaran
segala kebijakan politik, jadi apa yang harus mau dicapai baik oleh badan
legislatif maupun eksekutif.
Etika politik adalah perkembangan filsafat di
zaman pasca tradisional. Dalam tulisan para filosof politik klasik: Plato,
Aristoteles, Thomas Aquinas, Marsilius dari Padua, Ibnu Khaldun, kita menemukan
pelbagai unsur etika politik, tetapi tidak secara sistematik. Dua pertanyaan
etika politik di atas baru bisa muncul di ambang zaman modern, dalam rangka
pemikiran zaman pencerahan, karena pencerahan tidak lagi menerima tradisi/otoritas/agama,
melainkan menentukan sendiri bentuk kenegaraan menurut ratio/nalar, secara
etis. Karena itu, sejak abad ke-17 filsafat mengembangkan pokok-pokok etika
politik seperti:
a. Perpisahan antara kekuasaan gereja dan
kekuasaan Negara (John Locke)
b. Kebebasan berpikir dan beragama (Locke)
c. Pembagian kekuasaan (Locke, Montesquie)
d. Kedaulatan rakyat (Rousseau)
e. Negara hokum demokratis/republican (Kant)
f. Hak-hak asasi manusia (Locke, dsb)
g. Keadilan sosial
·
Pengertian
Politik
Pengertian ‘politik’ berasal dari kosakata
‘politics’, yang memiliki makna bermacam – macam kegiatan dalam suatu sistem
politik atau ‘ negara’, yang menyangkut proses penentuan tujuan – tujuan dari
sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan itu. Berdasarkan pengertian –
pengertian pokok tentang politik maka secara operasional bidang politik
menyangkut konsep – konsep pokok yang berkaitan dengan negara ( state),
kekuasaan ( power), pengambilan keputusan ( decision making), kebijaksanaan (
policy), pembagian ( distribution), serta alokasi ( allocation).
Pengertian politik secara sempit, yaitu
bidang politik lebih banyak berkaitan dengan para pelaksana pemerintahan
negara, lembaga – lembaga tinggi negara, kalangan aktivis politik serta para
pejabat serta birokrat dalam pelaksanaan dan penyelengaraan negara. Pengertian
politik yang lebih luas, yaitu menyangkut seluruh unsur yang membentuk suatu
persekutuan hidup yang disebut masyarakat negara.
Legitimasi
Kekuasaan
Pokok
permasalahan etika politik adalah legitimasi etis kekuasaan. Sehingga penguasa
memiliki kekuasaan dan masyarakat berhak untuk menuntut pertanggung jawaban.
Kewibawaan penguasa yang paling meyakinkan adalah keselarasan social, yakni
tidak terjadi keresahan dalam masyarakat. Segala bentuk kritik, ketidakpuasan,
tantangan, perlawanan, dan kekacauan menandakan bahwa masyarakat resah.
Sebaliknya, keselarasan akan tampak apabila masyarakat merasa tenang, tentram
dan sejahtera. Jadi secara etika politik seorang penguasa yang sesungguhnya
adalah keluhuran budinya.
Legitimasi
Moral dalam Kekuasaan
Legitimasi
etis mempersoalkan keabsahan kekuasaan politik dari segi normanorma moral.
Legitimasi ini muncul dalam konteks bahwa setiap tindakan Negara baik
legislatif maupun eksekutif dapat dipertanyakan dari segi norma-norma moral.
Tujuannya adalah agar kekuasaan itu mengarahkan kekuasaan kepamakaian kebijakan
dan cara-cara yang semakin sesuai dengan tuntutantuntutan kemanusiaan yang adil
dan beradab. Moralitas kekuasaan lebih banyak ditentukan oleh nilai-nilai yang
diyakini kebenarannya oleh masyarakat. Apabila masyarakatnya adalah masyarakat
yang religius, maka ukuran apakah penguasa itu memiliki etika politik atau
tidak tidak lepas dari moral agama yang dianut oleh masyarakatnya.
Definisi Dimensi Politisi
Manusia
·
Manusia sebagai Makhluk Individu – Sosial
Paham individualisme yang merupakan cikal
bakal paham liberalisme, memandan manusia sebagai makhluk individu yang bebas.
Segala hak dan kewajiban dalam kehidupan bersama senantiasa diukur berdasarkan
kepentingan dan tujuan berdasarkan paradigma sifat kodrat manusia sebagai
individu.
Kalangan kolektivisme merupakan cikal bakal sosialisme dan komunisme memandang sifat kodrat manusia sebagai makhluk sosial saja. Manusia di pandang sebagai sekedar srana bagi masyarakat. Segala hak dan kewajiban baik moral maupun hukum, dalam hubungan masyarakat, bangsa dan negara senantiasa diukur berdasarkan filosofi manusia sebagai makhluk sosial.
Kalangan kolektivisme merupakan cikal bakal sosialisme dan komunisme memandang sifat kodrat manusia sebagai makhluk sosial saja. Manusia di pandang sebagai sekedar srana bagi masyarakat. Segala hak dan kewajiban baik moral maupun hukum, dalam hubungan masyarakat, bangsa dan negara senantiasa diukur berdasarkan filosofi manusia sebagai makhluk sosial.
Manusia sebgai makhluk yang berbudaya,
kebebasan sebagai individu dan segala aktivitas dan kreativitas dalam hidupnya
senantiasa tergantung pada orang lain, hal ini di karenakan manusia sebagai
warga masyrakat atau sebagai makhluk sosial. Manusia di dalam hidupnya mampu
ber-eksistensi karena orang lain dan ia hanya dapt hidup dan berkembang karena
dalam hubungannya dengan orang lain. Segala keterampilan yang dibutuhkannya
agar berhasil dalam segal kehidupannya serta berpartisipasi dalam kebudayaan
diperolehnya dari masyarkat.
Dasar filosofis sebagai mana terkandung dalam
pancasila yang nilainya terdpt dalm budaya bangsa, senantiasa mendasarkan
hakikat sifat kodrat manusia adalah bersifat ‘monodualis’. Maka sifat serta
ciri khas kebangsan dan kenegaraan indonesia, bukanlah totalitas
individualistis ataupun sosialistis melainkan monodualistis.
Dimensi Politis Kehidupan Manusia
Berdasarkan sifat kodrat manusia sebagai
makhluk individu dan sosial, dimensi politis mencakup lingkaran kelembagan
hukum dan negara, sistem – sitem nilai serta ideologi yang memberikan
legitmimasi kepadanya. Dalam hubungan dengan sifat kodrat manusia sebagi
makhluk individu dan sosial, dimensi politis manusia senntiasa berkaitan dengan
kehidupan negara dan hukum, sehingga senantiasa berkaitn dengan kehidupan
masyrakat secara keseluruhan. Sebuah keputusan bersifat politis mnakala diambil
dengan memperhatikan kepentingan masyarakat sebagai suatu keseluruhan. Dengan
demikian dimensi politis manusia dapat ditentukan sebagai suatu kesadarn
manusia akan dirinya sendiri sebagai anggota masyarakat sebagai sutu
keseluruhan yang menentukan kerangka kehidupannya dan di tentukan kembali oleh
kerangka kehidupanny serta ditentukan kembali oleh tindakan – tindakannya.
Dimensi politis manusia ini memiliki dua segi
fundmental, yaitu pengertian dan kehendak untuk bertindak. Sehingga dua segi
fundamental itu dapat diamati dalam setiap aspek kehidupan manusia. Dua aspek
ini yang senantiasa berhadapan dengan tindakkan moral manusia.
Nilai-nilai Tergandung Dalam Pancasila Sebagai Sumber
Etika Politik
Pancasila
sebagai dasar falsafah bangsa dan Negara yang merupakan satu kesatuan nilai
yang tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing silasilanya. Karena jika
dilihat satu persatu dari masing-masing sila itu dapat saja ditemukan dalam
kehidupan berbangsa yang lainnya. Namun, makna Pancasila terletak pada
nilai-nilai dari masing-masing sila sebagai satu kesatuan yang tak bias
ditukarbalikan letak dan susunannya. Untuk memahami dan mendalami nilai nilai
Pancasila dalam etika berpolitik itu semua terkandung dalam kelima sila
Pancasila.
- Ketuhanan
Yang Maha Esa
Ketuhanan
berasal dari kata Tuhan, sang pencipta seluruh alam. YangMaha Esa berarti Maha
Tunggal, tidak ada sekutu dalam zat-Nya, sifat- Nya dan perbuatan-Nya. Atas
keyakinan demikianlah, maka Negara Indonesia berdasarkan pada Ketuhanan Yang
Maha Esa, dan Negara memberikan jaminan sesuai dengan keyakinan dan
kepercayaannya untuk beribadat dan beragama. Bagi semua warga tanpa kecuali
tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang anti Ketuhanan Yang Maha Esa dan anti
keagamaan. Hal ini diatur dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 1 dan 2.
- Kemanusiaan
Yang Adil dan Beradab
Kemanusiaan
berasal dari kata manusia, yaitu makhluk yang berbudaya dan memiliki potensi
pikir, rasa, karsa, dan cipta. Dengan akal nuraninya manusia menyadari
nilai-nilai dan norma-norma. Adil berarti wajar, yaitu sepadan dan sesuai
dengan hak dan kewajiban seseorang. Beradab kata pokoknya adalah adab, sinonim
dengan sopan, berbudi luhur dan susila. Beradab artinya berbudi luhur,
berkesopanan, dan bersusila. Hakikatnya terkandung dalam pembukaan UUD 1945
alinea pertama: “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan
oleh sebab itu, penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai
dengan prikemanusiaan dan prikeadilan …”. Selanjutnya dijabarkan dalam batang
tubuh UUD 1945.
- Persatuan
Indonesia
Persatuan
berasal dari kata satu, artinya utuh tidak terpecah-pecah. Persatuan mengandung
pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang berabeka ragam menjadi satu
kebulatan. Sila Persatuan Indonesia ini mencakup persatuan dalam arti
ideologis, politik, ekonomi, social budaya, dan hankam. Hal ini sesuai dengan
pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yang berbunyi, “Kemudian dari pada itu untuk
membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia …”. Selanjutnya lihat batang tubuh
UUD 1945.
- Kerakyatan
Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
permusyarawatan/Perwakilan
Kata rakyat yang menjadi dasar Kerakyatan, yaitu sekelompok manusia yang
berdiam dalam satu wilayah tertentu. Sila ini bermaksud bahwa Indonesia menganut
system demokrasi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini berarti
bahwa kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat. Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan berarti bahwa rakyat
dalam melaksanakan tugas kekuasaannya ikut dalam pengambilan
keputusan-keputusan. Sebagaimana dinyatakan dalam Pembukaan UUD 1945 alinea
keempat, yaitu, “… maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia, yang
berkedaulatan rakyat …”. Selanjutnya lihat dalam pokok pasal-pasal UUD 1945.
- Keadilan
Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Keadilan
social berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat disegala bidang
kehidupan, baik materiil maupun spiritual. Seluruh rakyat berarti semua warga
Negara Indonesia baik yang tinggal didalam negeri maupun yang di luar negeri.
Hakikat keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia dinyatakan dalam alinea
kedua Pembukaan UUD 1945, yaitu “Dan perjuangan kemerdekaan kebangsaan
Indonesia … Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur”. Selanjutnya dijabarkan dalam pasalpasal UUD 1945. Pola pikir untuk
membangun kehidupan berpolitik yang murni dan jernih mutlak dilakukan sesuai
dengan kelima sila yang telah dijabarkan diatas. Yang mana dalam berpolitik
harus bertumpu pada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
permusyarawatan/Perwakilan dan dengan penuh keadilan social bagi seluruh rakyat
Indonesia tampa pandang bulu. Nilai-nilai Pancasila tersebut mutlak harus
dimiliki oleh setiap penguasa yang berkuasa mengatur pemerintahan, agar tidak
menyebabkan berbaghai penyimpangan seperti yang sering terjadi dewasa ini.
Seperti tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme, penyuapan, pembunuhan,
terorisme, dan penyalahgunaan narkotika sampai perselingkuhan dikalangan elit
politik yang menjadi momok masyarakat.
Etika
Politik dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Sesuai
Tap MPR No. VI/MPR/2001 dinyatakan pengertian dari etika kehiddupan berbangsa
adalah rumusan yang bersumber dari ajaran agama yang bersifat universal dan
nilai-nilai budaya bangsa yang terjamin dalam pancasila sebagai acuan dalam
berpikir, bersikap, dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.