Minggu, 28 Juni 2015

PENETAPAN HARGA TRANSFER dan PERPAJAKAN INTERNASIONAL

Dari seluruh variable lingkungan yang harus diperhatikan oleh manager keuangan, hanya variable mata uang asing yang memiliki pengaruh sama besarnya dengan variable perpajakan. Faktor pajak sangat memperngaruhi keputusan mengenai di mana perusahaan melakukan investasi, bentuk organisasi apa yang digunakan, bagaimana cara untuk mendanainya, kapan dan di mana untuk mengakui elemen-elemen pendapatan, beban dan berapa harga transfer yang dikenakan.
Harga transfer sering juga disebut intracompany pricing, intercorporate pricing,interdivisional pricing atau internal pricing. Pengertian harga transfer dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pengertian yang bersifat netral dan peyoratif. Pengertian netral mengasumsikan bahwa harga transfer adalah murni merupakan strategi dan taktik bisnis tanpa motif pengurangan beban pajak. Sedangakan motif peyoratif mengasumsikan harga transfer sebagai upaya untuk menghemat beban pajak dengan taktik,antara lain menggeser laba ke negara yang tarif pajaknya rendah.
Pajak internasional adalah hukum pajak nasional yang terdiri atas kaedah, baik berupa kaedah-kaedah nasioal maupun kaedah yang berasal dari traktat antarnegara dan dari prinsip yang telah diterima baik oleh Negara-negara di dunia, untuk mengatur soal-soal perpajakan dan dapat ditunjukkan adanya unsur-unsur asing, baik mengenai subjek maupun mengenai objeknya.
konsep awal
Rumitnya hukum dan aturan yang menentukan pajak bagi perusahaan asing dan laba yang dihasilkan di luar negeri sebenarnya berasal dari beberapa konsep dasar. Konsep ini mencakup instilah netralitas pajak dan ekuitas pajak. Netralitas pajak berarti bahwa tidak memiliki pengaruh (netral) terhadap keputusan alokasi sumber daya. Dengan kata lain keputusan bisnis didorong oleh fundamental ekonomi seoperti tingkat imbalan dan bukan pertimbangan pajak. Ekuitas pajak berarti wajub pajak yang menghadapi situasi yang mirip semestinya membayar pajak yang sama, tetapi terdapat ketidaksetujuan antarbagaimana menginterpretasikan konsep ini.
Keanekaragaman sistem pajak nasional
Suatu perusahaan dapat melakukan bisnis internasional dengan mengekspor barang dan jasa atau dengan melakukan investasi asing langsung atau tidak langsung. Ekspor jarang sekali memicu potensi pajak di Negara yang melakukan impor, karena sulit sekali bagi Negara pengimpor untuk menetapkan pajak yang dikenakan atas eksportir luar negeri. Di sisi lain suatu perusahaan yang berorientasi di Negara lain melalui cabang atau perusahaan afiliasi terkena pajak di Negara itu.
Jenis-jenis Pajak
Perusahaan yang berorientasi di luar negeri menghadapi berbagai jenis pajak. Pajak langsung seperti pajak penghasilan, mudah untuk dikenali dan umumnya diungkapkan pada laporan keuangan perusahaan. Pajak tidak langsung seperti pajak konsumsi tidak dapat dikenali dengan jelas dan tidak terlalu sering diungkapkan, umumnya mereka tersembunyi dalam pos biaya dan beban lain-lain.
§  Pajak Penghasilan Perusahaan, mungkin digunakan secara lebih luas untuk menghasilkan pendapatan bagi pemerintah dibandingkan dengan pajak utama lainnya dengan kemungkinan pengecualian untuk bea dan cukai.
§  Pajak pungutan adalah pajak yang dikenakan oleh pemerintah terhadap dividen, bunga, dan pembayaran royalty yang diterima oleh investor asing.
§  Pajak pertambahan nilai merupakan pajak konsumsi yang ditemukan di Eropa dan Kanada. Pajak ini umumnya dikenakan terhadap nilai tambah dari setiap tahap produksi atau distribusi. Pajak ini berlaku untuk total penjualan dikurangi dengan pembelian dari unit penjual perantara.
§  Pajak perbatasan seperti bea cukai dan bea impor umumnya ditujuan untuk menjaga agara barang domestic dapat bersaing harga dengan barang impor. Dengan demikian pajak yang dikenakan terhadap impor umumnya dilakukan secara parallel dan pajak tidak langsung lainnya dibayarkan oleh produsen domestic barang yang sejenis.
§  Pajak transfer merupakan jenis pajak tidak langsung lainnya. Pajak ini dikenakan terhadap pengalihan (transfer) objek antar pembayar pajak dan dapat menimbulkan pengaruh yang penting terhadap keputusan bisnis seperti struktur akuisisi.
Pemajakan Terhadap Sumber Laba Dari Luar Negeri dan Pemajakan Ganda
Kebanyakan negara menerapkan prinsip seluruh dunia dan mengenakan pajak terhadap laba atau pendapatan perusahaan dan warga negara di dalamnya, tanpa melihat wilayah negara. Gagasan yang mendasarinya adalah bahwa anak perusahaan asing sebuah perusahaan lokal hanyalah suatu perusahaan lokal yang kebetulan beroperasi di luar negeri.
Pemakaian terhadap sumber laba dari luar negeri dan pemajakan ganda
Setiap Negara mengklaim hak untuk mengenakan pajak terhadap laba yang dihasilkan di dalamwilayahnya. Namun demikian, filosofi nasional atas pengenaan pajak terhadap sumber-sumber dari luar negeriitu berbeda-beda dan ini merupakan hal yang penting dari sudut pandang seorang perencana pajak.
Kredit Pajak Luar Negeri
Pajak luar negeri dapat dihitung sebagai kredit langsung atas pajak penghasilan yang dibayarkan ataslaba cabang atau anak perusahaan dan setiap pajak yang dipungut pada sumbernya seperti deviden, bunga, danroyalti yang dikirimkan kembali kepada investor domestik. Kredit pajak juga dapat diperkitakan jika jumlah pajak penghasilan luar negeri yang dibayarkan tidak terlampau jelas.
Pembatasan Kredit Pajak
Pembatasan kredit pajak luar negeri tersendiri berlaku untuk pajak AS atas sumber pajak penghasilanluar negeri untuk masing-masing jenis penghasilan berikut ini :
1.    Pendapatan pasif
2.    Pendapatan jasa keuangan
3.    Pendapatan pajak pungutan yang tinggi
4.    Pendapatan transportasi
5.    Deviden untuk masing-masing perusahaan luar negeri dengan porsi kepemilikan sebesar 10% hingga50%
Perjanjian Pajak
Perjanjian pajak mempengaruhi pajak pungutan atas deviden, bunga dan royalti yang dibayarkan oleh perusahaan di suatu negara kepada pemegang saham asing. Perjanjian ini biasanya memberikan pengurangantimbal balik atas pajak pungutan deviden dan seringkali mengecualikan royalti dan bunga dari pajak pungutan.
Pertimbangan Mata Uang Asing
Keuntungan atau kerugian dalam mata uang asing yang secara umum dilokasikan antara sumber AS dansumber luar negeri dengan mengacu pada tempat kedudukan pembayar pajak yang di dalam buku akuntansinyamencerminkan aktiva atau kewajiban dalam mata uang asing.sumber keuntungan atau kerugian adalah amerikaserikat.
Penetapan harga transer internasional
Penentuan harga transfer merupakan sesuatu yang baru timbul belakangan ini. Penentuan harga transfer di Amerika Serikat berkembang bersamaan dengan pergerakan desentralisasi yang mempengaruhi banyak usaha Amerika selama paruh pertama abad ke-20. Sekali perusahaan berekspansi secara internasional masalahpenentuan harga transfer juga berekspansi dengan cepat. Terdapat faktor-faktor diantaranya :
1.    Faktor Pajak
2.    Faktor Tarif
3.    Faktor Daya Saing
4.    Faktor Evaluasi Kerja
Metodologi penentuan harga transfer
Dalam suatu dunia dengan pasar yang sangat kompetitif, tidak akan menjadi masalah besar ketika hendak menetapkan harga transfer sumber daya dan jasa antarperusahaan. Harga transfer dapat didasarkan pada biayaselisih kenaikan atau harga pasar. Pengaruh lingkungan atas harga transfer juga menimbulkan sejumlah pertanyaan mengenai metodologi penentuan harga.
Harga Versus Biaya Versus
Sistem harga transfer berbasis biaya dapat menanggulangi kekurangan ini. Lagi pula sistem ini sederhanauntukdigunakan, didasarkan pada data yang langsung tersedia, mudah untuk dijelaskan kepada otoritas pajak,merupakan hal yang rutin dilakukan sehingga dapat menghindarkan terjadinya friksi internal yang sering terjadiapabila sistem arbiter digunakan.Sistem berbasis biaya terlalu mengandalkan biaya historis yang mengabaikan hubungan permintaan dan penawaran secara kompetitif dan tidak mengalokasikan biaya pada produk atau jasa dengan cara yangmemuaskan. Masalah penentuan biaya sangat terasa dalam tingkat internasional karena konsep akuntansi biayaini berada dari satu negara ke negara.
Prinsip Wajar
OECD mengidentifikasikan beberapa meode yang lebih luas untuk memastikan harga wajar ini. Metode itu adalah :
1.    Metode harga tidak terkontrol yang setara (bebas)
Berdasarkan metode ini harga transfer ditentukan dengan mengacu pada harga yang digunakan dalamtransaksi setara antara perusahaan yang independent atau setara perusahaan dengan pihak ketiga yangtidak berkaitan.
2.    Metode transaksi tidak terkontrol yang setara (bebas)
Metode ini diterapkan untuk pengalihan aktiva tidak berwujud. Metode ini mengidentifikasikan tingkatroyalty acuan dengan mengacu pada transaksi yang tidak terkontrol di mana aktiva tidak berwujud yangsama atau serupa dialihkan. Sebagaimana metode harga tidak terkontrol yang setara, metode ini bergantung pada perbandingan pasar.
3.    Metode harga jual kembali
Metode ini menghitung harga transaksi yang wajar yang diawali dengan harga yang dikenakan atas penjualan barang yang dimaksud kepada pembeli yang independent. Margin yang memadai untuk menutup beban dan laba nomal kemudian dikurangkan dari harga ini untuk memperoleh harga transfer antarperusahaan.
4.    Metode biaya plus (biaya lebih)
Metode ini berguna apabila barang semi jadi dialihkan antarperusahaan afiliasi luar negeri atau jikasuatu entitas merupakan sub kontraktor bagi perusahaan lain.
5.    Metode laba sebanding
Metode ini digunakan jika acuan produk atau pasar tidak tersedia. Metode ini mencakup pembagian labayang dihasilkan melalui transaksi dengan pihak berhubungan istimewa yaitu antara perusahaan afiliasi berdasarkan cara yang wajar.
6.    Metode pemisahan laba
Metode ini digunakan jika acuan produk atau pasar tidak tersedia. Metode ini mencakup pembagian labayang dihasilkan melalui transaksi dengan pihak berhubungan istimewa yaitu antara perusahaan afiliasi berdasarkan cara yang wajar.
7.    Metode penentuan harga lainnya
Metode ini dapat digunakan jika menghasilkan ukuran harga wajar yang lebih akurat.
Praktik harga transfer
Dalam praktiknya, beberapa metode penentuan harga transfer digunakan bersamaan. Factor-faktor yangmempengaruhi pemilihan metode harga transfer antara lain tujuan perusahaan: apakah tujuannya adalahmengelola beban pajak, atau mempertahankan posisi daya saing perusahaan, atau memprromosikan evaluasikerja yang setara.
Masa Depan
Setiap negara akan mengenakan pajak atas sebagian laba berdasarkan tarif yang dipandang sesuai. Jelasnya perpajakan dimasa depan menghadapi banyak perubahan dan tantangan. Teknologi dan perekonomian globalmenimbulkan tantangan sendiri bagi banyak prinsip-prinsip yang mendasari perpajakan internasional, bahwasetiap setiap bangsa memiliki hak menentukan untuk dirinya sendiri seberapa banyak pajak yang dapatdikumpulkan dari rakyatnya dan kalangan usaha yang ada di dalam wilayahnya. Namun, pemerintah di seluruhdunia mengharuskan metode penentuan harga transfer pada prinsip harga wajar.
soal:
1. Metode Penentuan Harga Transfer (transfer pricing) dapat diterapkan menjadi 5 metode. Apa saja, sebutkan!
-Metode Perbandingan Harga antara Pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa
-Metode Harga Penjualan Kembali
-Metode Biaya-Plus
-Metode Pembagian Laba
-Metode Laba Bersih Transaksional
2.  Apa maksud dari metode Metode Biaya-Plus?
Metode Biaya-Plus adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan menambahkan tingkat laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan yang sama dari transaksi dengan pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau tingkat laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan lain dari transaksi sebanding dengan pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa pada harga pokok penjualan yang telah sesuai dengan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha.
3. Apa maksud dari metode Harga Penjualan Kembali?
Metode Harga Penjualan Kembali adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan membandingkan harga dalam transaksi suatu produk yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan harga jual kembali produk tersebut setelah dikurangi laba kotor wajar, yang mencerminkan fungsi, aset dan risiko, atas penjualan kembali produk tersebut kepada pihak lain yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau penjualan kembali produk yang dilakukan dalam kondisi wajar.

MANAJEMEN RESIKO INTERNASIONAL

HAL MENDASAR
Manajemen risiko (risk management) menjadi kebutuhan yang strategis dan menentukan perbaikan kinerja dari organisasi. Manajemen risiko diperlukan untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya terbatas yang dimiliki organisasi. Pengalokasian sumber daya didasarkan pada prioritas risiko yang dimulai dari risiko skala tertinggi. Demikian pula, manajemen risiko yang ada perlu dievaluasi secara periodik melalui aktifitas pengendalian (internal control).
Manajemen risiko pada organisasi swasta berkembang lebih pesat dibandingkan organisasi publik (instansi Pemerintah). Fenomena ini dinilai lumrah mengingat sektor swasta memiliki ukuran-ukuran yang jelas bagi berhasil atau gagalnya organisasi. Sedangkan organisasi publik banyak berlindung pada faktor-faktor yang tidak dapat dikuantifisir. Namun, dorongan bagi sektor publik untuk melakukan manajemen risiko dalam aktivitasnya semakin meningkat, dan Departemen Keuangan meresponnya dengan menugaskan Inspektorat Jenderal sebagai compliance office for risk management.

Mengapa Mengelola Resiko Keuangan?
Pertumbuhan jasa manajemen resiko yang cepat menunjukan bahwa manajemen dapat meningkatkan nilai perusahaan dengan mengendalikan resiko keuangan. Jika perusahaan menyamai nilai kini arus kas masa depannya, manajemen potensi resiko yang aktif dapat dibenarkan dalam beberapa alasan. Laba yang stabil mengurangi kemungkinan resiko gagal bayar dan kebangkrutan atau resiko bahwa laba mungkin tidak dapat menutupi layanan jasa utang kontraktual.

MENGELOLA RESIKO PASAR
Para pelaku pasar cenderung tidak berani mengambil risiko. Perantara jasa keuangan dan pencipta pasar memberikan respons dengan menciptakan produk keuangan yang memungkinkan seorang pelaku pasar untuk mengalihkan risiko perubahan harga tak terduga kepada orang lain-pihak lawan.
Risiko pasar terdapat dalam berbagai bentuk, Risiko-risiko lainnya :
• Risiko likuiditas timbul karena tidak semua produk manajemen risiko keuangan dapat diperdagangkan secara bebas. Pasar yang sangat tidak likuid ini misalnya seperti real estate dan saham dengan kapitalisasi kecil.
• Diskontinuitas pasar mengacu pada risiko bahwa pasar tidak selalu menimbulkan perubahan harga secara bertahan. Kejatuhan pasar saham pada tahun 2000 merupakan suatu contoh kasus.
• Risiko kredit merupakan kemungkinan bahwa pihak lawan dalam kontrak manajemen risiko tidak dapat memenuhi kewajibannya. Sebagai contoh , pihak lawan yang menyepakati penukaran euro Prancis menjadi dolar Kanada mungkin gagal untuk menyerahkan euro pada tanggal yang dijanjikan.
• Risiko regulasi adalah risiko yang timbul karena pihak otoritas publik melarang penggunaan suatu produk keuangan untuk tujuan tertentu. Sebagai contoh bursa efek Kuala Lumpur tidak mengizinkan penggunaan shrot sales sebagai alat lindung nilai terhadap penurunan harga ekuitas.
• Risiko pajak merupakan risiko bahwa transaksi lindung nilai tertentu tidak dapat memperoleh perlakuan pajak yang diinginkan. Sebagai contoh, perlakuan kerugian valuta asing sebagai keuntungan modal ketika laba biasa lebih disukai.
• Risiko akuntansi adalah peluang bahwa suatu transaksi lindung nilai tidak dapat dicatat sebagai bagian dari transaksi yang hendak dilindung nilai. Contohnya adalah ketika keuntungan atas lindung nilai terhadap komitmen pembelian diperlakukan sebgaai “laba lain-lain” dan bukan sebagai pengurang biaya pembelian.

PERANAN AKUNTANSI
Akuntan manajemen membantu dalam mengidentifikasikan eksposur pasar, mengkuantifikasi keseimbangan yang terkait dengan strategi respons risiko alternatif, mengukur potensi yang dihadapi perusahaan terhadap risiko tertentu, mencatat produk lindung nilai tertentu dan mengevaluasi efektivitas program lindung nilai.
A. Identifikasi Risiko Pasar
Kerangka dasar yang bermanfaat untuk mengidentifikasikan berbagai jenis risiko market yang berpotensi dapat disebut sebagai pemetaan risiko. Kerangka ini diawali dengan pengamatan atas hubungan berbagai risiko pasar terhadap pemicu nilai suatu perusahaan dan pesaingnya. Dan biasanya disebut sebagai kubus pemetaan risiko. Istilah pemicu nilai mengacu pada kondisi keuangan dan pos-pos kinerja operasi keuangan utama yang mempengaruhi nilai suatu perusahaan. Risiko pasar mencakup risiko kurs valuta asing dan suku bunga, serta risiko harga komoditas dan eukuitas. Dimensi ketiga dari kubus pemetaan risiko, melihat kemungkinan hubungan antara risiko pasar dan pemicu nilai untuk masing-masing pesaing utama perusahaan.
Jika seorang pesaing membeli topi bisbol dari luar negeri dan mata uang negara sumber pembelian mengalami penurunan nilai relatif terhadap mata uang negara anda, maka perubahan ini dapat menyebabkan pesaing anda mampu untuk menjual dengan harga yang lebih rendah daripada anda. Ini disebut sebagai risiko kompetitif mata uang yang dihadapi .
B. Menguantifikasi Penyeimbangan
Peran lain yang dimainkan oleh para akuntan dalam proses manajemen risiko meliputi proses kuantifikasi penyeimbangan yang berkaitan dengan alternatif strategi respons risiko. Akuntan harus mengukur manfaat dari lindung dinilai dan dibandingkan dengan biaya plus biaya kesempatan berupa keuntungan yang hilang dan berasal dari spekulasi pergerakan pasar
C. Manajemen Risiko di Dunia dengan Kurs Mengambang Risiko kurs valuta asing (valas) adalah salah satu bentuk risiko yang paling umum
dan akan dihadapi oleh perusahaan multinasional. Dalam dunia kurs mengambang, manajemen risiko mencakup :
1) antisipasi pergerakan kurs,
2) pengukuran risiko kurs valuta asing yang dihadapi perusahaan,
3) perancangan strategi perlindungan yang memadai, dan
4) pembuatan pengendalian manajemen risiko internal.

BERSPEKULASI DALAM MATA UANG ASING

Peluang untuk meningkatkan laba dilaporkan dengan menggunakan kontrak forward dan opsi dalam pasar valas. Kontrak forward yang dibeli untuk spekulasi pada awalnya dicatat sebesar kurs forward. (Kurs forward merupakan indikator kurs spot yang terbaik yang berlaku jika kontrak telah jatuh tempo). Keuntungan atau kerugian translasi yang diakui sebelum penyelesaian bergantung pada antara kurs forward awal dan kurs yang tersedia untuk periode kontrak yang tersisa.
Kesulitan dalam pengukuran nilai wajar dan perubahan dalam nilai instrumen lindung nilai terjadi apabila dervatif keuangan tidak diperdagangkan secara aktif. Sebagi contoh, pengukuran keuntungan atau kerugian yang berkaitan dengan kontrak opsi akan bergantung pada apakah opsi tersebut diperdagangkan pada suatu bursa efek utama atau di luar bursa utama. Penilaian opsi dapat dengan mudah dilakukan jika opsi dicatat pada sebuah bursa efek utama. Penilaian akan lebih sulit dilakukan jika opsi diperdagangkan melaui perntara. (over-the –counter). Disini pada umumnya akan digunakan rumus penentuan harga secara matematis. Model penentuan harga opsi yang disebut model Black-Scholes dapat digunakan untuk menentukan nilai opsi pada suatu waktu.

Pengungkapan
Melakukan analisis atas pengaruh potensial kontrak derivatif terhadap kinerja yang dilaporkan dan terhadap karakteristik risik suatu perusahaan merupakan hal sukar dilakukan. Pengungkapan yang diwajibkan oleh FAS 133 dan IAS 39 sedikit banyak telah menyelesaikan masalah ini.
Pengungkapan itu antara lain:
1. Tujuan dan strategi manajemen resiko untuk melakukan transaksi lindung nilai
2. Deskripsi pos-pos yang dilindung nilai
3. Identifikasi resiko pasar dari pos-pos yang dilindung nilai
4. Deskripsi mengenai instrumen lindung nilai
5. Jumlah yang tidak dimasukan dalam penilaian efektivitas lindung nilai
6. Justifikasi awal bahwa hubungan lindung nilai tersebut akan sangat efektif untuk meminimalkan resiko pasar
7. Penilaian berjalan mengenai efektifitas lindung nilai aktual dari seluruh derivatif yang digunakan selama periode berjalan

Poin-Poin Pengendalian Keuangan
Sistem evaluasi kinerja terbukti bermanfaat dalam berbagai sektor. Sektor ini mencakup tetapi tidak terbatas pada bagian treasuri perusahaan, pembelian dan anak perusahaan luar negeri. Kontrol terhadap bagian treasuri perusahaan mencakup pengukuran kinerja seluruh program manajemen risiko nilai tukar, mengidentifikasikan lindung nilai yang digunakan dan pelaporan hasil lindung nilai. Sistem evaluasi tersebut juga mencakup dokumentasi atas bagaimana dan sejauh apa bagian tresury perusahaan membantu unit usaha lainnya dalam organisasi itu.

Acuan Yang Tepat
Objek dari manajemen resiko adalah untuk mencapai keseimbangan antara pengurangan resiko dan biaya. Dengan demikian standar yang tepat yang digunakan untuk menilai kinerja aktual merupakan bagian yang diperlukan dalam setiap sistem penilaian kinerja. Acuan ini perlu di perjelas dibagian awal sebelum pembuatan program perlindungan dan harus didasarkan pada konsep biaya kesempatan.
Sistem Pelaporan

Sistem pelaporan resiko keuangan harus dapat merekonsiliasikan sistem pelaporan internal dan eksternal. Kegiatan manajemen resiko memiliki orientasi kedepan. Namun pada akhirnya mereka harus merekonsiliasikan dengan pengukuran potensi resiko dan akun-akunkeuangan untuk keperluan pelaporan eksternal.

Senin, 15 Juni 2015

PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI

Contoh Sengketa yang Timbul dan Cara Penyelesaiannya 

Kasus PT Sara Lee Indonesia

PT Sara Lee Indonesia, perusahaan besar yang bergerak di consumer product, diguncang masalah dengan karyawanya. Sekitar 200 buruh bagian pabrik roti yang tergabung dalam Gabungan Serikat Pekerja PT Sara Lee Indonesia, menggelar aksi mogok kerja di halaman pabrik, Jalan Raya Bogor Km 27 Jakarta Timur, Rabu (19/11/10).

Aksi mogok kerja ini, ternyata tidak hanya di Jakarta namun serentak di seluruh distributor Sara Lee se-Indonesia. Bahkan, buruh yang ada di daerah mengirim ‘utusan’ ke Jakarta untuk memperkuat tuntutannya. Utusan itu bukan orang, namun berupa spanduk dari Sara Lee yang dikirim dari beberapa daerah.

Dalam aksinya di depan pabrik, para buruh yang mayoritas perempuan ini membentangkan spanduk berisikan tuntutan kesejahteraan kepada manajemen perusahaan yang berbasis di Chicago Sara Lee Corporation dan beroperasi di 58 negara, pasar merek produk di hampir 200 negara serta memiliki 137.000 karyawan di seluruh dunia.
Dengan mengenakan kaos putih dan ikat merah di kepalanya. Buruh merentangkan belasan spanduk, di antaranya bertuliskan: “Kami bukan sapi perahan, usir kapitalis”, “Rp 16 triliun, Bagian kami mana?”, “Jangan lupa karyawan bagian dari aset perusahaan juga.” “Kami Minta 7 Paket”, “Perusahaan Sara Lee Besar Kok Ngasih Kesejahteraan Kecil” juga tuntutan lain tentang kesejahteraan dan gaji yang rendah.

Spanduk juga terpasang di pagar pabrik Sara Lee, juga ada sehelai kain berisi tanda tangan para pekerja dan 12 poster yang mewakili suara masing-masing tim dari berbagai daerah, seperti Jakarta, Banyuwangi, Medan, Makassar, Denpasar, Jember, Surabaya, Madiun, Kediri, Gorontalo, Samarinda, Lombok dan Aceh.
Poster dari Surabaya GT tertera beberapa kalimat yang berbunyi: “Kami tidak akan berhenti mogok, sebelum kalian penuhi tuntutan buruh, penjahat aja tahu balas budi, kalian?” Juga poster dari Tim Banyuwangi menyuarakan: “Kedatangan kami bukan untuk berdebat, kami datang untuk meminta hak kami, jangan bersembunyi di belakang UU, dan jangan ambil jatah kami, ayo bicaralah untuk Indonesia.”

“Kami terpaksa mogok karena jalan berunding sudah buntu dari pertemuan tripartit antara manajemen perusahaan dengan serikat pekerja. Banyak tuntutan yang kami ajukan mulai kesejahteraan, peningkatan jumlah pesangon dan kompensasi dari manajemen,” ungkap seorang buruh wanita yang enggan disebut namanya.
Buruh takut menyebut nama, sebab manajemen perusahaan akan terus melakukan intimidasi yang menyakitkan. “Ini aksi dalam jumlah yang kecil, dan menggerakan lebih besar dan sering melancarkan aksi, jika tuntutan kami tak dikabulkan,” sambungnya.
Perwakilan manajemen sempat mengimbau peserta aksi mogok untuk kembali bekerja melalui pengeras suara, namun ditolak oleh pekerja. Hingga kini aksi buruh terus bertambah sebab karyawan dari distributor Jakarta, Bogor, Tanggeran, Depok dan Bekasi satu persatu memperkuat aksinya itu.

Buruh lainnya mengatakan kasus ini bermula dari penjualan saham Sara Lee dijual kepada perusahaan besar. Ternyata, perusahaan baru itu Setelah enggan menerima karyawan lain, sehingga nasib karyawan menjadi terkatung-katung. Bahkan, memutus hubungan kerja seenaknya saja. Buruh pun aktif demo.
Sara Lee merasa malu dengan aksi yang mencoreng perusahaan raksasa inim sehingga siap melakukan perundingan tripartit. Sayangnya, hingga kini belum ada kesepakatan karena manajemen perusahaan memberikan nilai pesangon yang sangat rendah, tak sesuai pengabdian karyawan.


Penyelesaian :
Manajemen PT. Saralee berunding terlebih dahulu dengan para buruh agar menemui suatu titik kesepakatan. Jika PT. Saralee tidak memperoleh laba yang ia targetkan, seharusnya ia dapat mengambil kebijaksanaan yang tidak membuat salah satu pihak rugi akan hal ini. Perundingan secara kekeluargaan adalah satu-satunya solusi yang dapat meredam demo. Jika demo terus terjadi, pihak Saralee malah akan mengalami kerugian yang lebih besar lagi, karena jika kegiatan operasional tidak berjalan seperti biasa, laba pun tidak akan didapatkan oleh PT.Saralee.
1.                  Solusi persoalan mikro perburuhan bisa diatasi dengan memperbaiki hubungan kontrak kerja antara pengusaha dengan pekerja. Transaksi kontrak tersebut sah menurut, jika memenuhi persyaratan dan ketentuan yang jelas mengenai :
a.       Bentuk dan jenis pekerjaan
b.      Masa kerja
c.       Upah kerja
d.      Tenaga yang dicurahkansaat bekerja
Jika ke empat masalah diatas sudah jelas dan disepakati maka kedua belah pihak terikat dan harus memenuhi apa yang tercantum dalam kesepakatan tersebut.
Sedangkan aspek makro perburuan, prinsipnya setiap orang berhak mendapatkan kesejahteraan. Hal ini bisa dilakukan dengan 2 cara :
a.       Pemenuhan kebutuhan sandang , pangan dan papan , ditangguhkan kepada setiap individu masyarakat (buruh)
b.      Terkait kebutuhan biaya pendidikan, layanan kesehatan dan keamanan menjadi tanggung jawab negara untuk menyediakannya bagi setiap warga negara. Selain itu negara juga memiliki tanggungjawab menyediakan berbagai fasilitas yang memudahkan setiap orang untuk bekerja.

Kasus Ambalat

Menyikapi kasus Ambalat, yang perlu kita lakukan dengan segera adalah manuver-manuver politik oleh para diplomat kita dengan penuh percaya diri, keluwesan, dan keberanian. Apa yang dilakukan oleh TNI Angkatan Laut dan TNI Angkatan Udara pada saat sekarang sudah tepat dan harus terus ditingkatkan sebagai back up terhadap usaha-usaha diplomasi. Semua manuver atau "show of force" tersebutkita lakukan dalam rangka pertahanan negara, menjaga integritas dan kedaulatan negara dan aneksasi oleh negara asing, bukan untuk melakukan penyerangan karenakita bukan negara agresor. "Show of force" tersebut penting sekali sebagai tekanan psikologis kepada pihak Malaysia agar dapat menyelesaikan kasus tersebut melalui jalan perundingan dengan cepat, dan tidak berdasarkan ambisi dan keserakahan karena merasa sudah lebih kuat.
Belajar dari kasus Sipadan dan Ligitan, karena kurang sabar melakukan usaha-usaha penyelesaian secara politis, melalui jalan diplomasi kasus itu berakhir dengan hasilyang sangat mengecewakan. Kalau saja kita tidak terburu-buru membawa kasus tersebut ke Mahkamah Internasional, dan kita lebih intensif melakukan perundingan-perundingan didukung oleh "show of force" TNI Angkatan Laut dengan patroli laut secara reguler dan singgah di kedua pulau tersbeut, atau menempatkan petugas administratifkita di sana, tentu hasilnya akan lain. Apalagi bila disertai dengan alasan-alasan politis lainnya (semangat ASEAN, keamanan regional, dan sebagainya) maka kedua pulau tersebut belum tentu menjadi milikMalaysia, paling tidak satu pulau akan tetap milik kita.
Dalam kasus Ambalat pun kita harus hati-hati menyelesaikan masalah ini. Penyelesaiannya harus ditinjau dari berbagai aspek, khususnya hukum laut internasional sesuai dengan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UN Convention on the Law of the Sea, 1982) dan perjanjian bilateral antara kedua pihak. Bila menyelesaikan kasus ini langsung dengan jalan kekerasan (perang), dampaknyaakan berat bagi Indonesia baik dari segi politik internasional maupun dari segi beban dalam negeri, khususnya dalam bidang perekonomian negara. Penyelesaian melalui perundingan yang diakhiri dengan persetujuan secara tertulis, baik secara langsung atau dengan mediasi, akan memiliki kekuatan hukum secara lebih pasti
Reaksi keras dari pemerintah dan masyarakat bisa dipahami karena belum lagi sembuh luka bangsa Indonesia dengan terlepasnya dua pulau Sipadan dan Ligitan ke tangan Malaysia, kini Malaysia mencoba ‘merebut’ wilayah lain yang diyakini sebagai wilayah Indonesia. Meskipun secara historis kedua pulau tersebut juga bagian dari Kesultanan Bulungan, toh akhirnya International Court of Justice (ICJ) memenangkan Malaysia. Keputusan ini, salah satunya, karena Pemerintah Indonesia terbukti gagal memberi perhatian kepada pengelolaan lingkungan kedua pulau tersebut. Akankah si kaya minyak Ambalat bernasib sama dengan kedua kakaknya, Sipadan dan Ligitan? Nampaknya PemerintahIndonesia perlu berjuang ekstra keras dan luar biasa hati-hati dalam menghadapi persoalan ini.
Untuk menyelesaikan persoalan klaim yang tumpang tindih ini, harus dilihat kembali rangkaian proses negosiasi antara kedua negara berkaitan dengan penyelesaian perbatasan di Pulau Kalimantanyang sesungguhnya telah dimulai sejak tahun 1974 (menurut Departeman Luar Negeri). Diketahui secara luas bahwa Perbatasan Indonesia-Malaysia di Laut Sulawesi, di mana Ambalat berada, memang belum terselesaikan secara tuntas. Ketidaktuntasan ini sesungguhnya sudah berbuah kekalahan ketika Sipadan dan Ligitan dipersoalkan dan akhirnya dimenangkan olehMalaysia. Jika memang belum pernah dicapai kesepakatan yang secara eksplisit berkaitan dengan Ambalat maka perlu dirujuk kembali Konvensi Batas Negara tahun 1891 yang ditandatangani oleh Belanda dan Inggris sebagai penguasa di daerah tersebut di masa kolinialisasi. Konvensi ini tentu saja menjadisalah satu acuan utama dalam penentuan perbatasan antara Indonesia dan Malaysia di Kalimantan. Perlu diteliti apakah Konvensi tersebut secara eksplisit memuat/mengatur kepemilikan Ambalat. Hal ini sama halnya dengan penggunaan Traktat 1904 dalam penegasan perbatasan RI dengan Timor Leste.

A. Pengakuan Peta Laut
Bahwa Malaysia mengklaim Ambalat menggunakan peta (laut) yang diproduksi tahun 1979. Menutur Prescott (2004), peta tersebut memuat Batas Continental Shelf di mana klaim tersebut secara kesuluruhan melewati median line. Deviasi maksimum pada dua sekor sekitar 5 mil laut. Nampaknya dalam membuat klaim dasar laut iniMalaysia telah mengabaikan beberapa titik garis pangkal Indonesia yang sudah sah. Di luar pandangan tersebut di atas, perlu ditinjau secara detail bagaimana sesungguhnya sebuat peta laut bisa diakui dan sah untuk dijadikan dasar dalam mengklaim suatu wilayah. Tentang hal ini, Clive Schofield, mantan direktur International Boundary Research Unit (IBRU) berpendapat bahwa “peta laut tertentu harus dilaporkan dan diserahkan ke PBB, misalnya peta lautyang memuat jenis garis pangkal dan batas laut. Namun begitu suatu Negara yang megeluarkan peta laut tentu saja tidak bisa memaksa Negara lain kecuali memang disetujui.” Intinya, penggunaan peta laut tahun 1979 olehMalaysia harus didasarkan pada kaidah ilmiah dan hukum yang bisa diterima. Jika peta laut ini hanya memenuhi kepentingan dan keyakijan sepihak saja tanpa memperhatikan kedaulatan Negara tetangga, jelas hal ini tidak bisa dibenarkan.

B. Konfensi international
Sayang sekali, sebagai salah satu sumber hukum yang bisa diacu, Konvensi 1891, nampaknya tidak akan membantu banyak dalam penyelesaian kasus ini. Seperti halnya Sipadan dan Ligitan, Konvensi ini kemungkinan besar tidak akan mengatur secara tegas kepemilikan Ambalat. Hal ini terjadi karena Konvensi 1891 hanya menyebutkan bahwa Inggris dan Belanda sepakat mengakui garis batas yang berlokasi di garis lintang 4° 10’ ke arah timur memotong Pulau Sebatik tanpa lebih rinci menyebutkan kelanjutannya. Tentu saja ini meragukan karena Ambalat, seperti juga Sipadan dan Ligitan berada di sebelah timur titik akhir garis yang dimaksud. Jika garis tersebut, sederhananya, diperpanjang lurus ke timur, memang Ambalat, termasuk juga Sipadan dan Ligitan akan berada di pihak Indonesia. Namun demikian, menarik garis batas dengan cara ini, tanpa dasar hukum, tentu saja tidak bisa diterima begitu saja.
Melihat kondisi di atas, diplomasi bilateral memang nampaknya jalan yang paling mungkin. Meskipun mengajukan kasus ini ke badan internasional seperti ICJ, adalah juga alternatif yang baik, langkah ini tidak dikomendasikan. Mengacu pada gagasan Prescott, ada tiga hal yang melandasi pandangan ini.
Pertama, kasus-kasus semacam ini biasanya berlangsung lama (bisa 4-5 tahun). Artinya, ini akan menyita biaya yang sangat besar, sementara negosiasi antarnegara mungkin akan lebih produktif.
Kedua, pengadilan kadang-kadang memberikan hasil yang mengejutkan. Keputusan the Gulf of Fonseca adalah contoh yang nyata.
Ketiga, kadang-kadang argumen pengadialan dalam membuat keputusan terkesan kabur sehingga sulit dimengerti.

C. Penyelesaian Kasus Ambalat Melalui Elemen Negosiasi
Ada beberapa pelajaran penting yang semestinya diambil oleh pemerintah Indonesia dalam menghadapi persoalan ini. Kejadian ini nampaknya semakin mempertegas pentingnya penetapan batas Negara, dalam hal ini batas laut, tidak saja dengan Malaysia tetapi dengan seluruh Negara tetangga. Saat ini tercatat bahwa Indonesia memiliki batas laut yang belum tuntas dengan Malaysia, Filipina, Palau, India, Thailand, Timor Timur, Sigapura, Papua New Guinea, Australia, dan Vietnam. Bisa dipahami bahwa Indonesia saat ini menghadapi banyak persoalan berat, termasuk bencana alam yang menyita perhatian besar. Saat inilah kemampuan pemerintah benar-benar diuji untuk dapat tetap memberi perhatian kepada persoalan penting seperti ini di tengah goncangan bencana.
Hal penting lain yang mendesak adalah melakukan inventarisasi pulau-pulau kecil di seluruh wilayah Indonesia termasuk melakukan pemberian nama (tiponim). Sesungguhnya hal ini sudah menjadi program pemerintah melalui Departemen Kelautan dan Perikanan sejak cukup lama, namun kiranya perlu diberikan energi yang lebih besar sehingga bisa dituntaskan secepatnya. Jika ini tidak dilakukan, Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau akan kehilangan satu per satu pulaunya karena diklaim oleh bangsa lain tanpa bisa berbuat banyak.
Satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa dasar sejarah saja tidak bisa dijadikan pegangan dalam menelusuri kepemilikan sebuah wilayah. Lepasnya Sipadan dan Ligitan adalah salah satu bukti nyata untuk hal ini. Diperlukan adanya bukti hukum yang menunjukkan bahwa Indonesia telah melakukan upaya sistematis untuk memelihara secara administrai daerah yang dipersoalkan. Hal ini, salah satunya, dilakukan dengan menarik pajak bagi penduduk setempat, dan mengeluarkan peraturan-peraturan lokal yang berkaitan dengan wilayah sengketa. Didirikannya resor-resor wisata oleh Malaysia di Sipadan dan Ligitan adalah salah satu kekuatan yang akhirnya mengantarkan Malaysia pada suatu kemenangan, disamping isu pengelolaan lingkungan.
Apapun cara yang ditempuh, kedua belah pihak wajib saling menghormati dengan menempuh cara-cara damai dalam menyelesaikan konflik. Pemahaman yang baik dari segi ilmiah, teknis dan hukum yang baik oleh kedua pihak diharapkan akan mengurangi langkah-langkah provokatif yang tidak perlu. Pemahan seperti ini tentu saja tidak cukup bagi pemerintah saja, melainkan juga masyarakat luas untuk bisa memahami dan mendukung terwujudkannya penyelesaian yang adil dan terhormat
Banyak pihak di negeri ini mengkhawatirkan tragedi lepasnya Sipadan-Ligitan terulang kembali di Ambalat dan sengketa perbatasan lainnya. Sumber utama kekhawatiran ini adalah terulangnya kekalahan di meja perundingan, kalah dalam bernegosiasi. Kekuatan negosiasi terletak pada fokusnya, yaitu yang bertumpu pada pencapaian kesepakatan yang saling menguntungkan. Negosiasi membuka jalan baru yang membawa harapan baru pula bagi semua pihak yang terlibat dengan cara yang unik, yaitu dengan motivasi. Jadi kekuatan inti negosiator ulung adalah kemampuannya untuk memotivasi pihak lain atau yang diajak berunding untuk menerima tujuan negosiasi. Atau dengan kata lain, kekuatan negosiasi terletak pada kemampuan si negosiator untuk memunculkankekuatan persuasi atau faktor intellectual nonaggressiveness yang melekat dan menghindari crude power. Kenyataannya, tidak mudah untuk menciptakan suasana win-win yang menuju pada kesepakatan bersama. Berbagai faktor dapat mempengaruhi suasana negosiasi dan dapat menurunkan rasa percaya antar-pihak yang berunding. Apabila hal ini tidak diatasi, maka negosiasi yang sebenarnya merupakan sarana strategis dapat berbalik menjadi sarana destruktif yang akibatnya dapat berkepanjangan. Namun, menjadi negosiator yang baik memang tidak mudah.. Anak-anak adalah negosiator ulung karena mereka gigih (persistence), tidak mengenal kata 'tidak', tidak tahu malu, dan cerdik dalam memanfaatkan kelemahan mereka menjadi kekuatan. Seorang Jendral yang tegas dan displin, barangkali harus menyerah terhadap rengekan anaknya.
Dalam negosiasi, terdapat empat faktor yang mesti diperhatikan: pemanfaatan waktu, individualisme, pola komunikasi dan derajat kepentingan formalitas dan conformity bagi suatu pihak. Keempat faktor ini mempengaruhi pace dari proses negosiasi, mempengaruhi penerapan strategi negosiasi dan menciptakan kepekaan untuk membentuk hubungan yang harmonis, trust, dan keterkaitan emosi. Faktor-faktor ini juga membantu dalam mengidentifikasi pola pengambilan keputusan, dan memahami alur pikir pihak lawan runding. Unsur penting dalam negosiasi adalah power, informasi dan waktu. Power yang dimaksud tentu saja crude power, tetapi berbentuk kekuatan bersaing, kekuatan mengambil resiko, kekuatan komitmen, kekuatan keahlian, dan masih banyak lagi. Kelengkapan dan keakuratan informasi juga merupakan senjata yang ampuh dalam negosiasi. Jika kita tahu bahwa ‘lawan’ kita tidak mempunyai alternatif, kita dapat menaikkan bargaining position kita. Dan ‘waktu’ dapat dimanfaatkan untuk menaikkan posisi dalam negosiasi.
Dengan inisiatif kita, dapat diterapkan teknik-teknik negosiasi untuk ‘membawa’ situasi negosiasi masuk ke dalam skenario kita. Jika ternyata ‘lawan’ memiliki inisiatif serupa, pemahaman teknik negosiasi dapat menjadi bekal untuk menghadapinya. Biasanya dalam negosiasi yang menyangkut persoalan yang bernilai tinggi, dilakukan secara kelompok. Di sini manajemen pelaku negosiasi memegang peranan yang sangat penting, terutama memasang ‘orang’ dalam peran yang sesuai dengan skenario yang telah kita susun. Ketika Malaysia mengatakan bahwa masalah Ambalat cukup ditangani Menteri Luar Negeri, mirip sekali dengan manajemen pelaku negosiasi. Mirip dengan skenario “orang baik” –“orang jahat”. Menlu akan menjadi ‘orang jahat’ yang memiliki banyak permintaan dan tidak banyak kompromi, sementara Badawi akan menjadi “orang baik” yang tenang dan tidak meledak-ledak. Dalam negosiasi bisnis, skenarionya “orang baik “ akan selalu meluluskan pemintaan kecil-kecil, tetapi sekali mengajukan permintaan akan meminta yang ‘besar’ dan esensial, yang menyebabkan rasa rikuh untuk menolaknya
Hal-hal yang harus di perjuangkan oleh seorang negosiator dalam kasus ambalat, di antaranya:
Pertama, seperti sengketa perbatasan lain di Asia Tenggara, kasus Ambalat merupakan warisan masa penjajahan. Peta-peta yang ditinggalkan colonial masters tidak pernah jelas dalam penarikan batas wilayah, namun terpaksa digunakan tiap negara di Asia Tenggara setelah negara-negara itu mendapat kemerdekaan. Negara-negara di Asia Tenggara perlu menyadari, konflik-konflik itu bukan diinsiprasikan atau didorong semangat aggresi atau keingginan untuk memperbesar wilayah, tetapi lebih disebabkan oleh beban-beban sejarah penjajahan (the question of historical legacy).
Kedua, mengingat masa kolonial itu, hampir seluruh negara Asia Tenggara amat sensitif terhadap keutuhan dan kedaulatan wilayah. Sengketa wilayah yang berdampak kemungkinan pengurangan luas wilayah sering dipersepsikan sebagai signal adanya ancaman terhadap kedaulatan dan membangkitkan memori masa kolonial (the question of political sensitivity). Sensitivitas politik pada gilirannya mengakibatkan efektivitas instrumen hukum internasional menjadi amat terbatas guna menyelesaikan konflik maritim secara komprehensif di wilayah ini.
Ketiga, Dilihat dari kacamata hukum laut internasional posisi Malaysia maupun Indonesia terhadap blok Ambalat?
Dari sisi hukum, Malaysia adalah negara pantai biasa. Oleh karena itu dia hanya bisa memakai dua tipe, yaitu normal baseline dan straight baseline untuk semua wilayah laut. Kalau Indonesia kita sudah jelas bisa memakai garis pangkal kepulauan (archipelagic baseline). Itu bisa kita tetapkan mana pulau-pulau terluar kita. Karang Unarang adalah sebenarnya baseline yang mau kita pakai sebagai pengganti base line kita di Sipadan Ligitan. Kalau dilihat ke PP 38/2002, Sipadan dan Ligitan masih masuk dalam garis pangkal. Itu sebelum putusan. Namun sebagai negara yang baik dan menerima putusan, sekarang PP itu sedang dirubah dan kita sedang mengukur-ukur kembali dan Karang Unarang menjadi pilihan base line kita. Karang Unarang sendiri berada dalam 12 mil laut dari (pulau) Sebatik yang bagian Indonesia. Jadi kita berhak. Kita berhak sampai 100 mil laut. Kalau ada karang kita masih bisa klaim bahwa itu titik terluar kita.
Karang Unarang sendiri bukan pulau, itu adalah elevasi pasang surut. Jadi kalau air laut pasang dia tidak terlihat, begitu pula sebaliknya. Namanya law tide elevation harus ada permanent structure, maka itu kita buat mercusuar sekarang ini. Sipadan Ligitan sendiri adalah pulau kecil yang jauh dari daratan utama Malaysia. Lagipula mereka kan bukan negara kepulauan, jadi mereka tidak bisa menuntut itu. Dari yurisprudensi hukum internasional, penetapan batas landas kontinen pulau-pulau kecil itu tidak ada.
Jadi posisi tawar untuk Indonesia jelas lebih besar, bargaining position Indonesia sendiri untuk kasus Ambalat ini sangat besar. Seperti yang diaktakan oleh Prof Hasyim Djalal, ia ingin tahu dasar
hukum apa yang dipakai oleh Malaysia dalam mengklaim blok Ambalat tersebut. Karena kalau anda lihat dan otak-atik UNCLOS, mereka tidak punya dasar hukum. Sipadan Ligitan sendiri bisa menjadi as an island, tapi kalau dalam perundingan batas landas kontinen itu tidak bisa dipaksakan. Dari segi hukum internasional posisi kita kuat.
Keempat, adanya proyeksi, harga energi (minyak dan gas) akan tinggi di masa depan karena kebutuhan yang kian besar, baik untuk industrialisasi maupun pertumbuhan penduduk dan tuntutan hidup masyarakat. Di sisi lain, ada dugaan, berdasarkan proyeksi geologi, sepertiga continental shelf dunia terletak di Asia Tenggara, karena itu mengandung potensi besar untuk eksploitasi energi di masa depan. Persoalan insentif ekonomi (the question of economic incentive) ini sedikit banyak mewarnai konflik-konflik batas kelautan di wilayah Asia Tenggara, seperti konflik di Laut China Selatan, termasuk Ambalat.
Kelima, belum adanya tradisi melembaga untuk menyelesaikan konflik-konflik batas kelautan di Asia Tenggara secara regional. Sejauh ini, praktik yang ada melalui mekanisme bilateral lalu mengajukannya ke Mahkamah Internasional seperti kasus Sipadan dan Ligitan. Persoalan mekanisme regional ini (the question of regional conflict resolution) sebenarnya telah berupaya untuk dilembagakan oleh ASEAN melaui gagasan Treaty of Amity and Cooperation (TAC) dan ASEAN Security Community (ASC), namun tampaknya hingga kini belum digunakan maksimal. Malaysia dan Indonesia sebaiknya merujuk kedua dokumen resmi itu yang menekankan resolusi konflik secara damai. Kedua negara sebaiknya juga mempertimbangkan implikasi politik regional jika tidak menggunakannya. Adalah suatu ironi besar jika kedua negara mengabaikan dokumen ini sebagai prinsip normatif untuk penyelesaian konflik karena negara-negara ASEAN sebenarnya telah mengikat negara-negara Asia Timur, seperti China, Jepang, dan Korea Selatan, melalui penandatanganan TAC dan sepakat melembagakan dan mempromosikan ASC.
Keenam, adanya potensi untuk meningkatkan ketegangan dalam hubungan bilateral dengan tujuan mengaburkan skala prioritas agenda domestik. Tradisi ini bukan sesuatu yang baru, tetapi dipraktikkan beberapa pemerintahan di negara-negara Asia Tenggara di masa lalu untuk mengurangi aneka tekanan dari dinamika politik domestik. Kemungkinan untuk pendayagunaan ini disebut sebagai persoalan politik pengambinghitaman (the question of scapegoat politics) perlu dicermati dan diwaspadai terutama karena bujukan untuk melakukan kebijakan semacam itu biasanya lebih kuat muncul dari pemerintahan baru. sebaiknya tidak terbujuk untuk melakukan hal ini.

KESIMPULAN
SENGKETA batas wilayah dan pemilikan Ambalat mendapat perhatian besar beberapa hari terakhir ini. Jika tidak segera ditangani, hubungan bilateral Indonesia-Malaysia yang mengandung banyak aspek (tidak sekadar berdimensi politik-keamanan) akan dapat memburuk. Malaysia mengklaim Ambalat menggunakan peta (laut) yang diproduksi tahun 1979. Menutur Prescott (2004), peta tersebut memuat Batas Continental Shelf di mana klaim tersebut secara kesuluruhan melewati median line. Deviasi maksimum pada dua sekor sekitar 5 mil laut. Nampaknya dalam membuat klaim dasar laut ini Malaysia telah mengabaikan beberapa titik garis pangkal Indonesia yang sudah sah. Di luar pandangan tersebut di atas, perlu ditinjau secara detail bagaimana sesungguhnya sebuat peta laut bisa diakui dan sah untuk dijadikan dasar dalam mengklaim suatu wilayah.
Untuk menyelesaikan persoalan klaim yang tumpang tindih ini, harus dilihat kembali rangkaian proses negosiasi antara kedua negara berkaitan dengan penyelesaian perbatasan di Pulau Kalimantan yang sesungguhnya telah dimulai sejak tahun 1974 (menurut Departeman Luar Negeri). Diketahui secara luas bahwa Perbatasan Indonesia-Malaysia di Laut Sulawesi, di mana Ambalat berada, memang belum terselesaikan secara tuntas. Ketidaktuntasan ini sesungguhnya sudah berbuah kekalahan ketika Sipadan dan Ligitan dipersoalkan dan akhirnya dimenangkan oleh Malaysia. Jika memang belum pernah dicapai kesepakatan yang secara eksplisit berkaitan dengan Ambalat maka perlu dirujuk kembali Konvensi Batas Negara tahun 1891 yang ditandatangani oleh Belanda dan Inggris sebagai penguasa di daerah tersebut di masa kolinialisasi. Konvensi ini tentu saja menjadi salah satu acuan utama dalam penentuan perbatasan antara Indonesia dan Malaysia di Kalimantan. Perlu diteliti apakah Konvensi tersebut secara eksplisit memuat/mengatur kepemilikan Ambalat. Cara terbaik adalah jika para pembuat kebijakan, baik di Jakarta dan Kuala Lumpur maupun berbagai kelompok masyarakat di kedua negara, bersedia menggunakan kerangka pemikiran holistik untuk mengelola sengketa itu.
Ada beberapa pelajaran penting yang semestinya diambil oleh pemerintah Indonesia dalam menghadapi persoalan ini. Kejadian ini nampaknya semakin mempertegas pentingnya penetapan batas Negara, dalam hal ini batas laut, tidak saja dengan Malaysia tetapi dengan seluruh Negara tetangga. Saat ini tercatat bahwa Indonesia memiliki batas laut yang belum tuntas dengan Malaysia, Filipina, Palau, India, Thailand, Timor Timur, Sigapura, Papua New Guinea, Australia, dan Vietnam. Bisa dipahami bahwa Indonesia saat ini menghadapi banyak persoalan berat, termasuk bencana alam yang menyita perhatian besar. Saat inilah kemampuan pemerintah benar-benar diuji untuk dapat tetap memberi perhatian kepada persoalan penting seperti ini di tengah goncangan bencana.

Hal penting lain yang mendesak adalah melakukan inventarisasi pulau-pulau kecil di seluruh wilayah Indonesia termasuk melakukan pemberian nama (tiponim). Sesungguhnya hal ini sudah menjadi program pemerintah melalui Departemen Kelautan dan Perikanan sejak cukup lama, namun kiranya perlu diberikan energi yang lebih besar sehingga bisa dituntaskan secepatnya. Jika ini tidak dilakukan, Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau akan kehilangan satu per satu pulaunya karena diklaim oleh bangsa lain tanpa bisa berbuat banyak