Kamis, 09 Januari 2014

Hirarki auditor dalam Organisasi Kantor Akuntan Publik

cara mendirikan organisasi akuntan public

Izin usaha KAP dikeluarkan oleh Menteri Keuangan. KAP berbentuk badan usaha perseorangan yang mengajukan permohonan untuk mendapatkan izin usaha KAP harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
§  Memiliki izin akuntan publik.
§  Menjadi anggota IAPI.
§  Mempunyai paling sedikit 2 orang auditor tetap dengan tingkat pendidikan formal bidang akuntansi yang paling rendah berijazah setara Diploma III dan paling sedikit 1 orang diantaranya berijazah sarjana.
§  Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
§  Memiliki rancangan Sistem Pengendalian Mutu (SPM) KAP yang memenuhi Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan paling kurang mencakup aspek kebijakan atas seluruh unsur pengendalian mutu.
§  Domisili Pemimpin KAP sama dengan domisili KAP.
§  Memiliki bukti kepemilikan atau sewa kantor, dan denah ruang kantor yang menunjukkan kantor terisolasi dari kegiatan lain.
§  Membuat surat pernyataan bermeterai cukup yang mencantumkan alamat Akuntan Publik, nama dan domisili kantor, serta maksud dan tujuan pendirian kantor (hanya untuk KAP berbentuk badan usaha perseorangan).
§  Membuat Surat Permohonan, melengkapi formulir Permohonan Izin Usaha Kantor Akuntan Publik, dan membuat surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan bahwa data persyaratan yang disampaikan adalah benar.
Untuk KAP berbentuk badan usaha persekutuan, selain persyaratan-persyaratan di atas, juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
§  Memiliki NPWP KAP.
§  Memiliki perjanjian kerja sama yang disahkan oleh notaris.
§  Memiliki surat izin akuntan publik bagi Pemimpin Rekan dan Rekan yang akuntan publik.
§  Memiliki tanda keanggotaan IAPI yang masih berlaku bagi Pemimpin Rekan dan Rekan yang akuntan publik.
§  Memiliki surat persetujuan dari seluruh Rekan KAP mengenai penunjukan salah satu Rekan menjadi Pemimpin Rekan.
§  Memiliki bukti domisili Pemimpin Rekan dan Rekan KAP.
KAP berbentuk badan usaha persekutuan dapat membuka Cabang KAP di seluruh wilayah Indonesia dengan izin dari Menteri Keuangan.
KAP berbentuk badan usaha perseorangan menggunakan nama akuntan publik yang bersangkutan. Untuk KAP berbentuk badan usaha persekutuan, menggunakan nama seorang atau lebih Rekan akuntan publik dan ada penambahan kata “& Rekan” di belakangnya apabila jumlah akuntan publik pada KAP tersebut lebih banyak dari jumlah akuntan publik yang namanya tercantum sebagai nama KAP. Nama KAP dilarang menggunakan singkatan atau penggalan nama.
KAP dapat melakukan kerjasama dengan KAP atau organisasi audit asing. KAP dapat mencantumkan nama KAP atau organisasi audit asing tersebut pada nama kantor, kepala surat, dokumen dan media lainnya setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan. Penulisan huruf nama KAP atau organisasi audit tidak boleh melebihi besarnya huruf nama KAP.
Kerjasama KAP dengan KAPA (Kantor Akuntan Publik Asing) dan OAA (Organisasi Audit Asing) diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 2011 Pasal 35:
1.      KAP dapat melakukan kerja sama dengan KAPA atau OAA.
2.       KAP yang melakukan kerja sama dengan KAPA atau OAA sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat mencantumkan nama KAPA atau OAA
bersama-sama dengan nama KAP setelah mendapat persetujuan
Menteri.
3.      Kerja sama antara KAP dengan KAPA atau OAA sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dituangkan dalam perjanjian kerja sama yang dibuat oleh
dan di hadapan notaris dalam bahasa Indonesia yang paling sedikit
memuat:
·         bidang jasa audit atas informasi keuangan historis
·         penggunaan metodologi yang disepakati bersama antara KAPA atau
OAA dengan KAP
·          bagian tanggung jawab perdata KAPA atau OAA; dan
·          kerja sama bersifat berkelanjutan.
4.      Persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan setelah KAP mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri dengan syarat:
·         KAPA atau OAA telah terdaftar pada Menteri; dan
·         KAPA atau OAA tidak sedang melakukan kerja sama dengan KAP lain.
5.      Pencantuman nama oleh KAP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan dengan 1 (satu) nama KAPA atau OAA.
6.      KAPA atau OAA yang namanya sudah dicantumkan oleh KAP sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dapat digunakan lagi oleh KAP lain.

Organisasi dan Hirarki Kantor Akuntan Publik
Menurut Mulyadi (2002:33), umumnya hirarki auditor dalam perikatan audit dalam kantor akuntan publik dibagi menjadi berikut ini :
“1. Partner (rekan)
2. Manajer
3. Auditor Senior
4. Auditor Yunior”.
Adapun uraiannya sebagai berikut :
Ø Partner (rekan)
Partner menduduki jabatan tertinggi dalam perikatan audit; bertanggung jawab atas hubungan dalam klien; bertanggung jawab secara menyeluruh mengenai auditing. Partner menandatangani laporan audit dan management letter, dan bertanggung jawab terhadap penagihan fee audit dari klien.
 Ø Manajer
Manajer bertindak sebagai pengawas audit; bertugas untuk membantu auditor senior dalam merencanakan program audit dan waktu audit; mereview kertas kerja, laporan audit, dan management letter. Biasanya manajer melakukan pengawasan terhadap pekerjaan beberapa auditor senior. Pekerjaan manajer tidak berada di kantor klien, melainkan di kantor auditor, dalam bentuk pengawasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan para auditor senior.
Ø Auditor senior
Auditor senior bertugas untuk melaksanakan audit; bertanggung jawab untuk mengusahakan biaya audit dan waktu audit sesuai dengan rencana; bertugas untuk mengarahkan dan mereview  pekerjaan auditor junior. Auditor senior biasanya akan menetap di kantor klien sepanjang prosedur audit dilaksanakan. Umumnya auditor senior melakukan audit terhadap satu objek pada saat tertentu.
Ø Auditor junior
Auditor junior melaksanakan prosedur audit secara rinci; membuat kertas kerja untuk mendokumentasikan pekerjaan audit yang telah dilaksanakan. Pekerjaan ini biasanya dipegang oleh auditor yang baru saja menyelesaikan pendidikan formalnya di sekolah. Dalam melaksanakan pekerjaannya sebagai auditor junior, seorang auditor harus belajar secara rinci mengenai pekerjaan audit. Biasanya ia melaksanakan audit di berbagai jenis perusahaan. Ia harus banyak melakukan audit di lapangan dan di berbagai kota, sehingga ia dapat memperoleh pengalaman dalam berbagai masalah audit. Auditor junior sering juga disebut asisten auditor.


Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab Akuntan Public
 Fungsi akuntan public :  Melakukan pengawasan fungsional terhadap pelaksanaan tugas dilikungan Badan SAR Nasinal.
Tanggung jawab akuntan public: adalah menyelesaikan tuga sesuai dengan norma atau standar audit pemerintahan yang berlaku.

Wewenang akuntan Public : adalah meminta keterangan yang wajib diberikan oleh setiap orang, instansi pemerintah, badan usaha swasta sepanjang tidak bertentangandengan perundang-undangan yang berlaku

SYARAT MENJADI SEORANG AUDITING

Syarat Menjadi Seorang Akuntan Public
Izin akuntan publik dikeluarkan oleh Menteri Keuangan. Akuntan yang mengajukan permohonan untuk menjadi akuntan publik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
·         Memiliki nomor Register Negara untuk Akuntan.
·         Memiliki Sertifikat Tanda Lulus USAP yang diselenggarakan oleh IAPI.
·         Apabila tanggal kelulusan USAP telah melewati masa 2 tahun, maka wajib menyerahkan bukti telah mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL) paling sedikit 60 Satuan Kredit PPL (SKP) dalam 2 tahun terakhir.
·         Berpengalaman praktik di bidang audit umum atas laporan keuangan paling sedikit 1000 jam dalam 5 tahun terakhir dan paling sedikit 500 (lima ratus) jam diantaranya memimpin dan/atau mensupervisi perikatan audit umum, yang disahkan oleh Pemimpin/Pemimpin Rekan KAP.
·         Berdomisili di wilayah Republik Indonesia yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau bukti lainnya.
·         Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
·         Tidak pernah dikenakan sanksi pencabutan izin akuntan publik.
·         Membuat Surat Permohonan, melengkapi formulir Permohonan Izin Akuntan Publik, membuat surat pernyataan tidak merangkap jabatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, dan membuat surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan bahwa data persyaratan yang disampaikan adalah benar.
Ujian Sertifikasi Akuntan Publik
Untuk dapat menjalankan profesinya sebagai akuntan publik di Indonesia, seorang akuntan harus lulus dalam ujian profesi yang dinamakan Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP) dan kepada lulusannya berhak memperoleh sebutan “CPA Indonesia” (sebelum tahun 2007 disebut “Bersertifikat Akuntan Publik” atau BAP). Sertifikat akan dikeluarkan oleh IAPI. Sertifikat akuntan publik tersebut merupakan salah satu persyaratan utama untuk mendapatkan izin praktik sebagai akuntan publik dari Departemen Keuangan.
Menjadi Akuntan Publik Asing
1.      Untuk menjadi Akutan Publik Asing, perizinan diatur sesuai UU Nomor 5 Tahun 2011 Pasal 7: Akuntan Publik Asing dapat mengajukan permohonan izin Akuntan Publik kepada Menteri apabila telah ada
perjanjian saling pengakuan antara Pemerintah Indonesia dan pemerintah negara dari Akuntan Publik Asing tersebut.
2.      Untuk mendapatkan izin Akuntan Publik, Akuntan Publik Asing harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. berdomisili di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
c. tidak pernah dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin sebagai akuntan publik di negara salnya;
d. tidak pernah dipidana;
e. tidak berada dalam pengampuan;
f. mempunyai kemampuan berbahasa Indonesia;
g. mempunyai pengetahuan di bidang perpajakan dan hukum dagang Indonesia;
h. berpengalaman praktik dalam bidang penugasan asurans yang dinyatakan dalam suatu hasil
penilaian oleh asosiasi profesi akuntan publik;
i. sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan oleh dokter di Indonesia; dan
j. ketentuan lain sesuai dengan perjanjian saling pengakuan antara Pemerintah Indonesia dan
pemerintah negara dari Akuntan Publik Asing.
3.      Akuntan Publik Asing yang telah memiliki izin Akuntan Publik tunduk pada Undang-Undang ini.
4.      Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara permohonan izin Akuntan Publik Asing menjadi Akuntan Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) iatur dalam Peraturan Menteri.


Akuntan Publik

PERKEMBANGAN PROFESI AKUNTAN 

Perkembangan profesi akuntan di Indonesia menurut Baily, perkembangan profesi akuntan dapat dibagi ke dalam 4 periode yaitu: 

1. Pra Revolusi Industri 
Sebelum revolusi industri, profesi akuntan belum dikenal secara resmi di Amerika ataupun di Inggris. Namun terdapat beberapa fungsi dalam manajemen perusahaan yang dapat disamakan dengan fungsi pemeriksaan. 
Misalnya di zaman dahulu dikenal adanya dua juru tulis yang bekerja terpisah dan independen. Mereka bekerja untuk menyakinkan bahwa peraturan tidak dilanggar dan merupakan dasar untuk menilai pertanggungjawaban pegawainya atas penyajian laporan keuangan

Hasil kerja kedua juru tulis ini kemudian dibandingkan, dari hasil perbandingan tersebut jelas sudah terdapat fungsi audit dimana pemeriksaan dilakukan 100%. Tujuan audit pada masa ini adalah untuk membuat dasar pertanggungjawaban dan pencarian kemungkinan terjadinya penyelewengan. Pemakai jasa audit pada masa ini adalah hanya pemilik dana.

2. Masa Revolusi Industri Tahun 1900
Sebagaimana pada periode sebelumnya pendekatan audit masih bersifat 100% dan fungsinya untuk menemukan kesalahan dan penyelewengan yang terjadi. Namun karena munculnya perkembangan ekonomi setelah revolusi industri yang banyak melibatkan modal, faktor produksi, serta organisasi maka kegiatan produksi menjadi bersifat massal.

Sistem akuntansi dan pembukuan pada masa ini semakin rapi. Pemisahan antara hak dan tanggung jawab manajer dengan pemilik semakin kentara dan pemilik umumnya tidak banyak terlibat lagi dalam kegiatan bisnis sehari-hari dan muncullah kepentingan terhadap pemeriksaan yang mulai mengenal pengujian untuk mendeteksi kemungkinan penyelewengan.

Umumnya pihak yang ditunjuk adalah pihak yang bebas dari pengaruh kedua belah pihak yaitu pihak ketiga atau sekarang dikenal dengan sebutan auditor eksternal. Kepentingan akan pemeriksaan pada masa ini adalah pemilik dan kreditur. 
Secara resmi di Inggris telah dikeluarkan undang-undang Perusahaan tahun 1882, dalam peraturan ini diperlukan adanya pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksan independen untuk perusahaan yang menjual saham. Inilah asal mula profesi akuntan secara resmi.

3. Tahun 1900 – 1930
Sejak tahun 1900 mulai muncul perusahaan-perusahaan besar baru dan pihak-pihak lain yang mempunyai kaitan kepentingan terhadap perusahaan tersebut. Keadaan ini menimbulkan perubahan dalam pelaksanaan tujuan audit. Pelaksanaan audit mulai menggunakan pemeriksaan secara testing/ pengujian karena semakin baiknya sistem akuntansi/ administrasi pembukuan perusahaan, dan tujuan audit bukan hanya untuk menemukan penyelewengan terhadap kebenaran laporan Neraca dan laporan Laba Rugi tetapi juga untuk menentukan kewajaran laporan keuangan. Pada masa ini yang membutuhkan jasa pemeriksaan bukan hanya pemilik dan kreditor, tetapi juga pemerintah dalam menentukan besarnya pajak. 

4. Tahun 1930 – Sekarang
Sejak tahun 1930 perkembangan bisnis terus merajalela, demikian juga perkembangan sistem akuntansi yang menerapkan sistem pengawasan intern yang baik. Pelaksanaan auditpun menjadi berubah dari pengujian dengan persentase yang masih tinggi menjadi persentase yang lebih kecil (sistem statistik sampling). Tujuan auditpun bukan lagi menyatakan kebenaran tetapi menyatakan pendapat atas kewajaran laporan keuangan yang terdiri dari Neraca dan Laba Rugi serta Laporan Perubahan Dana. Yang membutuhkan laporan akuntanpun menjadi bertambah yaitu: pemilik, kreditor, pemerintah, serikat buruh, konsumen, dan kelompok-kelompok lainnya seperti peneliti, akademisi dan lain-lain. 
Peran besar akuntan dalam dunia usaha sangat membantu pihak yangmembutuhkan laporan keuangan perusahaan dalam menilai keadaan perusahaan tersebut. Hal ini menyebabkan pemerintah AS mengeluarkan hukum tentang perusahaan Amerika yang menyatakan bahwa setiap perusahaan terbuka Amerika harus diperiksa pembukuannya oleh auditor independen dari Certified Public Accounting Firm (kantor akuntan bersertifikat).

Namun pada tahun 2001 dunia akuntan dikejutkan dengan berita terungkapnya kondisi keuangan Enron Co. yang dilaporkannya yang terutama didukung oleh penipuan akuntansi yang sistematis, terlembaga, dan direncanakan secara kreatif. Para analis pasar mengira bahwa sukses kinerja keuangan Enron di masa lalu hanyalah hasil rekayasa keuangan Andersen sebagai auditornya.
Kepercayaan terhadap akuntan mulai merosot tajam pada awal tahun 2002, hal ini membuat dampak yang sangat besar terhadap kantor akuntan lain. Untuk mencegah hal yang lebih parah, pemerintah AS pada saat itu segera mengevaluasi hampir semua kantor akuntan termasuk “the big four auditors”. Walaupun masih mendapat cacian dari berbagai kalangan, para akuntan berusaha untuk memulihkan nama mereka, salah satu caranya adalah dengan mematuhi kode etik akuntan.

Perkembangan profesi akuntan di Indonesia menurut Olson dapat dibagi dalam 2 periode yaitu:
1) Periode Kolonial
Selama masa penjajahan kolonial Belanda yang menjadi anggota profesi akuntan adalah akuntan-akuntan Belanda dan beberapa akuntan Indonesia. Pada waktu itu pendidikan yang ada bagi rakyat pribumi adalah pendidikan tata buku diberikan secara formal pada sekolah menengah atas sedangkan secara non formal pendidikan akuntansi diberikan pada kursus tata buku untuk memperoleh ijazah.

2) Periode Sesudah Kemerdekaan
Pembahasan mengenai perkembangan akuntan sesudah kemerdekaan di bagi ke dalam enam periode yaitu:
Periode I [sebelum tahun 1954]
Pada periode I telah ada jasa pekerjaan akuntan yang bermanfaat bagi masyarakat bisnis. Hal ini disebabkan oleh hubungan ekonomi yang makin sulit, meruncingnya persaingan, dan naiknya pajak-pajak para pengusaha sehingga makin sangat dirasakan kebutuhan akan penerangan serta nasehat para ahli untuk mencapai perbaikan dalam sistem administrasi perusahaan. Sudah tentu mereka hendak menggunakan jasa orang-orang yang ahli dalam bidang akuntansi. Kebutuhan akan bantuan akuntan yang makin besar itu menjadi alasan bagi khalayak umum yang tidak berpengetahuan dan berpengalaman dalam lapangan akuntansi untuk bekerja sebagai akuntan. Padahal, pengetahuan yang dimiliki akuntan harus sederajat dengan syarat yang ditetapkan oleh pemerintah dan juga mereka harus mengikuti pelajaran pada perguruan tinggi negeri dengan hasil baik. Oleh karena itu, pemerintah menetapkan peraturan dengan undang-undang untuk melindungi ijazah akuntan agar pengusaha dan badan yang lain tidak tertipu oleh pemakaian gelar “akuntan” yang tidak sah.
Periode II [tahun 1954 – 1973]
Setelah adanya Undang-Undang No. 34 tahun 1954 tentang pemakaian gelar akuntan, ternyata perkembangan profesi akuntan dan auditor di Indonesiaberjalan lamban karena perekonomian Indonesia pada saat itu kurang menguntungkan namun perkembangan ekonomi mulai pesat pada saat dilakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda. Mengingat terbatasnya tenaga akuntan dan ajun akuntan yang menjadi auditor pada waktu itu, Direktorat Akuntan Negara meminta bantuan kantor akuntan publik untuk melakukan audit atas nama Direktorat Akuntan Negara. Perluasan pasar profesi akuntan publik semakin bertambah yaitu pada saat pemerintah mengeluarkan Undang-undang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMND) tahun 1967/1968. Meskipun pada waktu itu para pemodal “membawa” akuntan publik sendiri dari luar negeri kebutuhan terhadap jasa akuntan publik dalam negeri tetap ada. Profesi akuntan publik mengalami perkembangan yang berarti sejak awal tahun 70-an dengan adanya perluasan kredit-kredit perbankan kepada perusahaan. Bank-bank ini mewajibkan nasabah yang akan menerima kredit dalam jumlah tertentu untuk menyerahkan secara periodik laporan keuangan yang telah diperiksa akuntan publik. Pada umumnya, perusahaan-perusahaan swasta di Indonesia baru memerlukan jasa akuntan publik jika kreditur mewajibkan mereka menyerahkan laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan publik.

Periode III [tahun 1973 – 1979]
M. Sutojo pada Konvensi Nasional Akuntansi I di Surabaya Desember 1989 menyampaikan hasil penelitiannya mengenai: Pengembangan Pengawasan Profesi Akuntan Publik di Indonesia, bahwa profesi akuntan publik ditandai dengan satu kemajuan besar yang dicapai Ikatan Akuntan Indonesia dengan diterbitkannya buku Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) dan Norma Pemeriksaan Akuntan (NPA) dalam kongres Ikatan Akuntan Indonesia di Jakarta tanggal 30 November – 2 Desember 1973. Dengan adanya prinsip dan norma ini, profesi akuntan publik telah maju selangkah lagi karena memiliki standar kerja dalam menganalisa laporan keuangan badan-badan usaha di Indonesia. Dalam kongres tersebut disahkan pula Kode Etik Akuntan Indonesia sehingga lengkaplah profesi akuntan publik memiliki perangkatnya sebagai suatu profesi. Dengan kelengkapan perangkat ini, pemerintah berharap profesi akuntan publik akan menjadi lembaga penunjang yang handal dan dapat dipercaya bagi pasar modal dan pasar uang di Indonesia. Pada akhir tahun 1976 Presiden Republik Indonesia dalam surat keputusannya nomor 52/1976, menetapkan pasar modal yang pertama kali sejak memasuki masa Orde Baru. Dengan adanya pasar modal di Indonesia, kebutuhan akan profesi akuntan publik meningkat pesat. Keputusan ini jika dilihat dari segi ekonomi memang ditujukan untuk pengumpulan modal dari masyarakat, tetapi tindakan ini juga menunjukkan perhatian pemerintah yang begitu besar terhadap profesi akuntan publik. Menurut Katjep dalam “The Perception of Accountant and Accounting Profession in Indonesia” yang dipertahankan tahun 1982 di Texas, A&M University menyatakan bahwa profesi akuntan publik dibutuhkan untuk mengaudit dan memberikan pendapat tanpa catatan (unqualified opinion) pada laporan keuangan yang go public atau memperdagangkan sahamnya di pasar modal. Untuk lebih mengefektifkan pengawasan terhadap akuntan publik, pada tanggal 1 Mei 1978 dibentuk Seksi Akuntan Publik (IAI-SAP) yang bernaung di bawah IAI. Sampai sekarang seksi yang ada di IAI, selain seksi akuntan publik, adalah seksi akuntan manajemen dan seksi akuntan pendidik. Sophar Lumban Toruan pada tahun 1989 mengatakan bahwa pertambahan jumlah akuntan yang berpraktek terus meningkat sehingga Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan dengan IAI membuat pernyataan bersama yang mengatur hal-hal berikut:
a) Kesepakatan untuk pemakaian PAI dan NPA sebagai suatu landasan objektif yang diterima oleh semua pihak.
b) Kepada wajib pajak badan dianjurkan agar laporan keuangan diperiksa terlebih dahulu oleh akuntan publik sebelum diserahkan kepada Kantor Inspeksi Pajak (sekaran Kantor Pelayanan Pajak). Laporan tersebut akan dipergunakan sebagai dasar penetapan pajak.
c) Kalau terjadi penyimpangan etika profesi (professional conduct) oleh seorang akuntan publik, akan dilaporkan oleh Direktur Jenderal Pajak kepada IAI untuk diselidiki yang berguna dalam memutuskan pengenaan sanksi. Kesepakatan ini kemudian dikuatkan oleh Instruksi Presiden No. 6 tahun 1979 dan Keputusan Menteri Keuangan No. 108/1979 tanggal 27 Maret 1979 yang menggariskan bahwa laporan keuangan harus didasarkan pada pemeriksaan akuntan publik dan mengikuti PAI. Maksud instruksi dan surat keputusan tersebut adalah untuk merangsang wajib pajak menggunakan laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan publik, dengan memberikan keringanan pembayaran pajak perseroan dan memperoleh pelayanan yang lebih baik di bidang perpajakan. Keputusan ini dikenal dengan nama 27 Maret 1979. Ini merupakan keputusan yang penting dalam sejarah perkembangan profesi akuntan publik dan sekaligus sebagai batu ujian bagi akuntan publik dan masyarakat pemakainya. 

Periode IV [tahun 1979 – 1983]
Periode ini merupakan periode suram bagi profesi akuntan publik dalam pelaksanaan paket 27 Maret. Tiga tahun setelah kemudahan diberikan pemerintah masih ada akuntan publik tidak memanfaatkan maksud baik pemerintah tersebut. Beberapa akuntan publik melakukan malpraktik yang sangat merugikan penerimaan pajak yaitu dengan cara bekerjasama dengan pihak manajemen perusahaan melakukan penggelapan pajak. Ada pula akuntan publik yang tidak memeriksa kembali laporan keuangan yang diserahkan oleh perusahaan atau opini akuntan tidak disertakan dalam laporan keuangan yang diserahkan ke kantor inspeksi pajak.

Periode V [tahun 1983 – 1989]
Periode ini dapat dilihat sebagai periode yang berisi upaya konsolidasi profesi akuntan termasuk akuntan publik. PAI 1973 disempurnakan dalam tahun 1985, disusul dengan penyempurnaan NPA pada tahun 1985, dan penyempurnaan kode etik dalam kongres ke V tahun 1986. Setelah melewati masa-masa suram, pemerintah perlu memberikan perlindungan terhadap masyarakat pemakai jasa akuntan publik dan untuk mendukung pertumbuhan profesi tersebut. Pada tahun 1986 pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 763/KMK.001/1986 tentang Akuntan Publik. Keputusan ini mengatur bidang pekerjaan akuntan publik, prosedur dan persyaratan untuk memperoleh izin praktik akuntan publik dan pendirian kantor akuntan publik beserta sanksi-sanksi yang dapat dijatuhkan kepada kauntan publik yang melanggar persyaratan praktik akuntan publik. Dengan keputusan Menteri Keuangan tersebut dibuktikan pula sekali lagi komitmen pemerintah yang konsisten kepada pengembangan profesi akuntan publik yaitu dengan mendengar pendapat Ikatan profesi pada kongres ke VI IAI antara lain mengenai: pengalaman kerja yang perlu dimiliki sebelum praktik; keharusan akuntan publik fultimer (kecuali mengajar); izin berlaku tanpa batas waktu; kewajiban pelaporan berkala (tahunan) mengenai kegiatan praktik kepada pemberi izin; pembukaan cabang harus memenuhi syarat tertentu; izin diberikan kepada individu bukan kepada kantor; pencabutan izin perlu mendengar pendapat dewan kehormatan IAI; pemohon harus anggota IAI; pengawasan yang lebih ketat kepada akuntan asing. Pada tahun 1988 diterbitkan petunjuk pelaksaan keputusan Menteri Keuangan melalui Keputusan Direktur Jenderal Moneter No. Kep.2894/M/1988 tanggal 21 Maret 1988. Suatu hal yang mendasar dari keputusan tersebut adalah pembinaan para akuntan publik yang bertujuan:
a)      Membantu perkembangan profesi akuntan publik di Indonesia
b)      Melaksanakan penataran bersama IAI atau IAI-seksi akuntan public mengenai hal-hal yang dianggap perlu diketahui publik (KAP), termasuk mengenai manajemen KAP.
c)      Mengusahakan agar staf KAP asing yang diperbantukan di Indonesia untuk memberi penataran bagi KAP lainnya melalui IAI atau IAI-Seksi Akuntan Publik dan membantu pelaksanaannya.
d)     Memantau laporan berkala kegiatan tahunan KAP Sebelum diterbitkan Keputusan Direktur Jenderal Moneter tersebut, pada tahun 1987 profesi akuntan publik telah mendapatkan tempat terhormat dan strategis dari pemerintah yaitu dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 859/KMK.01/1987 tentang Emisi Efek melalui Bursa yang telah menentukan bahwa:
1.      Untuk melakukan emisi efek, emiten harus memenuhi persyaratan, antara lain: mempunyai laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan publik/akuntan negara untuk dua tahun buku terakhir secara berturut-turut dengan pernyataan pendapat “wajar tanpa syarat” untuk tahun terakhir.
2.      Laporan keuangan emiten untuk dua tahun terakhir tersebut harus disusun sesuai dengan PABU di Indonesia disertai dengan laporan akuntan publik/ akuntan negara.
3.      Jangka waktu antara laporan keuangan dan tanggal pemberian izin emisi efek
tidak boleh melebihi 180 hari. (M. Sutojo, 1989: 10)
Periode VI [tahun 1990 – sekarang]
Dalam periode ini profesi akuntan publik terus berkembang seiring dengan berkembangnya dunia usaha dan pasar modal di Indonesia. Walaupun demikian, masih banyak kritikan-kritikan yang dilontarkan oleh para usahawan dan akademisi. Namun, keberadaan profesi akuntan tetap diakui oleh pemerintah sebagai sebuah profesi kepercayaan masyarakat. Di samping adanya dukungan dari pemerintah, perkembangan profesi akuntan publik juga sangat ditentukan oleh perkembangan ekonomi dan kesadaran masyarakat akan manfaat jasa akuntan publik. Beberapa faktor yang dinilai banyak mendorong berkembangnya profesi adalah:
1. Tumbuhnya pasar modal
2. Pesatnya pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan baik bank maupun nonbank.
3. Adanya kerjasama IAI dengan Dirjen Pajak dalam rangka menegaskan peran akuntan publik dalam pelaksanaan peraturan perpajakan di Indonesia
4. Berkembangnya penanaman modal asing dan globalisasi kegiatan Perekonomian.
Pada awal 1992 profesi akuntan publik kembali diberi kepercayaan oleh pemerintah (Dirjen Pajak) untuk melakukan verifikasi pembayaran PPN dan PPn BM yang dilakukan oleh pengusaha kena pajak. Sejalan dengan perkembangan dunia usaha tersebut, Olson pada tahun 1979 di dalam Journal Accountanty mengemukakan empat perkembangan yang harus diperhatikan oleh profesi akuntan yaitu:
I. Makin banyaknya jenis dan jumlah informasi yang tersedia bagi masyarakat
II. Makin baiknya transportasi dan komunikasi
III. Makin disadarinya kebutuhan akan kualitas hidup yang lebih baik
IV. Tumbuhnya perusahaan-perusahaan multinasional sebagai akibat dari fenomena pertama dan kedua.
Konsekuensi perkembangan tersebut akan mempunyai dampak terhadap perkembangan akuntansi dan menimbulkan:
a) Kebutuhan akan upaya memperluas peranan akuntan, ruang lingkup pekerjaan akuntan publik semakin luas sehingga tidak hanya meliputi pemeriksaan akuntan dan penyusunan laporan keuangan.
b) Kebutuhan akan tenaga spesialisasi dalam profesi, makin besarnya tanggung jawab dan ruang lingkup kegiatan klien, mengharuskan akuntan publik untuk selalu menambah pengetahuaen.
c) Kebutuhan akan standar teknis yang makin tinggi dan rumit, dengan berkembangnya teknologi informasi, laporan keuangan akan menjadi makin beragam dan rumit.
Pendapat yang dikemukakan Olson tersebut di atas cukup sesuai dan relevan dengan fungsi akuntan yang pada dasarnya berhubungan dengan sistem informasi akuntansi. Dari pemaparan yang telah dikemukakan, profesi akuntan diharapkan dapat mengantisipasi keadaan untuk pengembangan profesi akuntan di masa yang akan datang. 

Mengapa Diperlukan Profesi Akuntan Public?
Profesi akuntan publik diperlukan untuk dapat memberikan penilaian atas  kewajaran laporan keuangan agar laporan keuangan tersebut tidak memberikan  informasi yang menyesatkan kepada masyarakat dan pemakainya. Akuntan publik  dalam melaksanakan pemeriksaan akuntan, memperoleh kepercayaan dari klien  dan para pemakai laporan keuangan untuk membuktikan kewajaran laporan keuangan yang disusun dan disajikan oleh klien. Klien dapat mempunyai  kepentingan yang berbeda, bahkan mungkin bertentangan dengan kepentingan  para pemakai laporan keuangan. Demikian pula, kepentingan pemakai laporan  keuangan yang satu mungkin berbeda dengan pemakai lainnya. Oleh karena itu,  dalam memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang  diperiksa, akuntan publik harus bersikap independen terhadap kepentingan klien, pemakai laporan keuangan, maupun kepentingan akuntan publik itu sendiri.

Profesi akuntan publik akan selalu berhadapan dengan dilema yang  mengakibatkan seorang akuntan publik berada pada dua pilihan yang  bertentangan. Seorang akuntan publik akan mengalami suatu dilema ketika tidak  terjadi kesepakatan dengan klien mengenai beberapa aspek dan tujuan pemeriksaan. Apabila akuntan publik memenuhi tuntutan klien berarti akan  melanggar standar pemeriksaan, etika profesi dan komitmen akuntan publik  tersebut terhadap profesinya, tetapi apabila tidak memenuhi tuntutan klien maka  dikhawatirkan akan berakibat pada penghentian penugasan oleh klien. Kode etik  akuntan indonesia dalam pasal 1 ayat (2) adalah berisi tentang setiap anggota harus mempertahankan integritas dan objektifitas dalam melaksanakan tugasnya tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikan.

Kurangnya kesadaran etika akuntan publik dan maraknya manipulasi akuntansi korporat membuat kepercayaan para pemakai laporan keuangan auditan mulai menurun, sehingga para pemakai laporan keuangan seperti investor dan kreditur mempertanyakan eksistensi akuntan publik sebagai pihak independen. Krisis moral dalam dunia bisnis yang mengemuka akhir-akhir ini adalah kasus Kimia Farma dan Bank Lippo, dengan melibatkan kantor-kantor akuntan publik yang selama ini diyakini memiliki kualitas audit tinggi. Kasus Kimia Farma dan Bank Lippo juga berawal dari terdeteksinya manipulasi dalam laporan keuangan.

Kasus lain yang cukup menarik adalah kasus audit PT. Telkom yang melibatkan KAP ”Eddy Pianto & Rekan”, dalam kasus ini laporan keuangan auditan PT. Telkom tidak diakui oleh SEC (pemegang otoritas pasar modal di Amerika Serikat). Peristiwa ini mengharuskan dilakukannya audit ulang terhadap PT.Telkom oleh KAP yang lain. (Trisnaningsih 2007). Perilaku tidak etis dari para akuntan masih tetap ada hal ini terlihat dari laporan Dewan Kehormatan IAI untuk tiap-tiap periode selalu adanya kasus pelanggaran etika. Seperti misalnya pada kongres IAI ke-VIII untuk periode tahun 1994-1998 dilaporkan bahwa pelanggaran tentang obyektivitas, komunikasi, standar teknis dan kerahasiaan. Di samping diketahui dari laporan Dewan Kehormatan IAI, pelanggaran-pelanggaran etika yang terjadi kadang kala tidak sempat dilaporkan atau diadukan atau bahkan lolos dari pengawasan pihak yang berkompeten.

 Pelanggaran-pelanggaran etika yang disebutkan diatas seakan menjadi titik tolak bagi masyarakat pemakai jasa profesi akuntan publik untuk menuntut pelanggaran tentang obyektivitas, komunikasi, standar teknis dan kerahasiaan. Di samping diketahui dari laporan Dewan Kehormatan IAI, pelanggaran-pelanggaran etika yang terjadi kadang kala tidak sempat dilaporkan atau diadukan atau bahkan lolos dari pengawasan pihak yang berkompeten.

 Pelanggaran-pelanggaran etika yang disebutkan diatas seakan menjadi titik tolak bagi masyarakat pemakai jasa profesi akuntan publik untuk menuntut mereka bekerja secara lebih profesional dengan mengedepankan integritas diri dan profesinya sehingga hasil laporannya benar-benar adil dan transparan. Hal ini semakin mempengaruhi kepercayaan terhadap profesi akuntan dan masyarakat semakin menyangsikan komitmen akuntan terhadap kode etik profesinya. Hal ini seharusnya tidak perlu terjadi atau dapat diatasi apabila setiap akuntan mempunyai pemahaman, pengetahuan dan menerapkan etika secara memadai dalam pekerjaan profesionalnya.

Independensi meliputi kepercayaan terhadap diri sendiri yang terdapat pada beberapa orang profesional. Hal ini merupakan bagian integritas profesional. Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Seorang auditor dalam melaksanakan tugasnya memperoleh kepercayaan dari klien dan para pemakai laporan keuangan untuk membuktikan kewajaran laporan keuangan yang disusun dan disajikan oleh klien. Klien dapat mempunyai kepentingan yang berbeda, dan mungkin saja bertentangan dengan kepentingan para pemakai laporan keuangan. Demikian pula, kepentingan pemakai laporan keuangan yang satu mungkin berbeda dengan pemakai lainnya. Oleh karena itu, dalam memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang diperiksa, auditor harus bersikap independen terhadap kepentingan klien, pemakai laporan keuangan, maupun kepentingan akuntan publik itu sendiri.

Independensi merupakan sikap mental, yang berarti adanya kejujuran di dalam diri akuntan dalam mempertimbangkan fakta-fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak di dalam diri akuntan dalam menyatakan pendapatnya. Serta Independensi merupakan penampilan, yang berarti adanya kesan masyarakat bahwa akuntan publik bertindak independen sehingga akuntan publik harus menghindari faktor-faktor yang dapat mengakibatkan masyarakat meragukan kebebasannya. Independensi penampilan berhubungan dengan persepsi masyarakat terhadap independensi akuntan publik, serta berpengaruh terhadap loyalitas seorang auditor dalam menjalankan tugas profesinya.


Komitmen profesi adalah tingkat loyalitas individu dalam pelaksanaan aturan yang memberikan pedoman bagaimana berhubungan dengan klien, masyarakat, sesama rekan akuntan dan pihak-pihak lain yang berkepentingan. Bagi akuntan publik, sangat penting untuk meyakinkan kualitas dasar profesionalnya baik kepada klien, masyarakat atau pemakai jasa. Hal ini disebabkan bahwa semenjak awal tenaga profesional telah dididik untuk menjalankan tugas-tugas yang kompleks secara independen dan memecahkan permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan tugas-tugas dengan menggunakan keahlian dan dedikasi mereka secara profesional.